Aktivitas jual beli online makin marak dengan adanya situasi pandemi covid yang mana mengharuskan masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah sehingga secara otomatis transaksi jual beli berpindah ataupun terfokus ke media e-commerce. Media e-commerce ataupun penggunaan platform digital dalam bertransaksi semakin memudahkan penjual dan pembeli di era new normal sebab lebih cepat, praktis, dan meminimalisasi temu fisik. Media e- commerce juga dipandang sebagai terobosan untuk tetap menghidupkan perekonomian dan daya beli masyarakat. Pusat-pusat perekonomian ataupun perdagangan nyaris tidak ada yang tidak berurusan dengan platform digital dalam hal jual beli termasuk pasar rakyat (dulu dikenal dengan istilah pasar tradisional). Digitalisasi pasar rakyat saat ini sudah mulai/sedang dilakukan di beberapa lokasi diantaranya adalah Jawa Tengah, Yogyakarta, Sleman, Malang, dan Manado.
Digitalisasi tersebut sangat mungkin akan
Digitalisasi Pasar Rakyat Dikaji dari Perspektif Definisi Pasar Rakyat Yang Terdapat dalam Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Penjelasan Pasal 12 ayat 1 huruf a UU Perdagangan 2014 menyatakan bahwa Pasar rakyat adalah tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan proses jual beli barang melalui tawar-menawar. Dari definisi tersebut maka aspek yang paling menonjol adalah soal tawar menawar yang mana sekaligus menjadi ciri pasar rakyat. Ciri pasar rakyat yang tawar menawar tersebut terbukti konsisten digunakan dalam rangkaian beberapa peraturan perundang-undangan yang mana tetap mempertahankan frasa “tawar menawar” ketika mengatur definisi mengenai pasar rakyat seperti misalnya yang terdapat dalam Perpres 112/2007, Permendag No.70/M-DAG/PER/12/2013, dan Permendag Nomor 26 Tahun 2020
Maraknya digitalisasi dalam transaksi jual beli sebagai suatu langkah terobosan khususnya di era “new normal” termasuk terhadap pasar rakyat dinilai sebagai langkah yang baik sebab membuat pasar rakyat menjadi tetap mampu bersaing dan tetap mampu melayani konsumen. Definisi pasar rakyat yang bercirikan tawar menawar sebagaimana kita singgung sebelumnya nampak seperti tidak memiliki masalah apapun, tetapi ketika dibenturkan dengan digitalisasi maka mulai timbul pertanyaan. Dalam e-commerce ataupun penggunaan platform digital maka yang lazim digunakan adalah label harga yang pasti. Label “harga pasti” tersebut tertera ketika konsumen memilih barang yang hendak dibeli. Adanya label “harga pasti” tentu secara fundamental bertentangan dengan konsep “tawar menawar” yang menjadi ciri khusus dari pasar rakyat. Ciri tersebut tercermin dalam serangkaian definisi pasar rakyat yang terdapat dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan
Untuk mempertajam pertanyaan tersebut maka perlu juga mencermati definisi pasar rakyat yang terdapat dalam Permendag Nomor 26 Tahun 2020 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan DAK Fisik TA 2020 Bidang Pasar Menu Kegiatan Revitalisasi Pasar Rakyat. Permendag 26/2020 mendefinisikan pasar rakyat sebagai suatu area tertentu tempat bertemunya penjual dan pembeli baik secara langsung maupun tidak langsung dengan proses jual beli berbagai jenis barang konsumsi melalui tawar menawar. Dari definisi tersebut maka ada asumsi yang bisa kita kaji. Frasa “area tertentu” dan “tidak langsung” dapat saja kita asumsikan bahwa aktivitas jual beli di pasar rakyat bisa berbentuk online/digital sehingga pasar rakyat tidak lagi hanya dimaknai sebagai tempat/aktivitas fisik. Asumsi tersebut juga dilatarbelakangi bahwa definisi pasar rakyat yang diatur dalam Permendag 26/2020 tersebut sudah jauh berbeda dengan yang diatur dalam UU Perdagangan 2014.
Perbedaan
Dalam digitalisasi dapat saja diadakan menu/fitur tawar menawar seperti yang ada dalam platform Bukalapak, tetapi itupun dalam produk yang dijual tetap dicantumkan “harga pasti”. Tidak semua platform digital menyediakan fasilitas menu tawar
Kesimpulan dan Solusi Ke Depan
Digitalisasi pasar rakyat merupakan suatu terobosan yang baik guna membuat pasar rakyat tetap bertahan dan tetap berdaya saing khususnya di era “new normal”. Tetapi digitalisasi tersebut tentu diharapkan tetap sejalan dengan definisi yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pasar rakyat sehingga tidak bermasalah secara hukum dan supaya tidak mengaburkan ciri khas pasar rakyat yakni tawar menawar. Ciri tersebut adalah ciri yang membedakan pasar rakyat dengan jenis pasar lainnya. Berbagai jalan keluar/jalan tengah dapat dilakukan seperti misalnya membuat/menyediakan menu tawar menawar dalam aplikasi yang digunakan; menghindari penggunaan istilah pasar rakyat dan menggantinya dengan istilah lain apabila digitalisasi yang menggunakan “harga pasti” ingin terus dilakukan; dan penyempurnaan definisi pasar rakyat dalam berbagai ketentuan perundang- undangan yang mengatur soal pasar rakyat. Langkah-langkah tersebut penting untuk dikaji dan dilakukan agar praktik
sumber:rechtsvinding