Secara khusus, penyalahgunaan narkotika diatur dalam ketentuan UU Narkotika sebagaimana telah diubah dengan UU Cipta Kerja. Apa itu narkotika?
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Golongan-golongan sebagaimana disebutkan di atas dapat Anda temukan penjelasannya pada artikel Penggolongan Narkotika Terbaru di Indonesia.
Penyalahgunaan Narkotika
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, yang dimaksud dengan penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.[1]
- Narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun;
- Narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun; dan
- Narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.
Dalam hal penyalah guna sebagaimana pasal di atas dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.[2] Adapun yang dimaksud dengan “korban penyalahgunaan narkotika” adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.[3]
Selain itu, dalam memutus perkara penyalah guna narkotika, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103 UU Narkotika[4] sebagai berikut:
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 55 dan Penjelasannya
Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (belum mencapai umur 18 tahun) wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 103
- Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
- memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
- menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
- Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Penetapan rehabilitasi bagi pecandu narkotika merupakan pidana alternatif yang dijatuhkan oleh hakim dan diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.[5] Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 103 ayat (2) UU Narkotika bahwa masa menjalani rehabilitasi bagi pecandu narkotika diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Lantas, bagaimana ketentuan rehabilitasi pecandu narkotika pada UU Narkotika?
Rehabilitasi Pecandu Narkotika dalam UU Narkotika
Pengaturan mengenai rehabilitasi pecandu narkotika terdapat dalam Pasal 54 s.d Pasal 59 UU Narkotika.
Rehabilitasi bagi pecandu narkotika dibagi menjadi 2 yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 16 UU Narkotika. Rehabilitasi medis ini dapat dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan (“Menteri”) dan lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat setelah mendapat persetujuan menteri.[6]
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu narkotika juga dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.[7]
Sedangkan, untuk definisi rehabilitasi sosial dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 17 UU Narkotika, yaitu suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai informasi, rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Rehabilitasi sosial termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya. Adapun yang dimaksud dengan “mantan pecandu narkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis. Sedangkan lembaga rehabilitasi sosial adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.[8]
Rehabilitasi Pecandu Narkotika dalam KUHP Baru
Selanjutnya, tindak pidana narkotika dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[9] yaitu tahun 2026, diatur dalam Pasal 609 s.d 611.
Dalam ketentuan pasal-pasal tersebut tidak diatur mengenai sanksi pidana bagi penyalah guna narkotika. Sanksi pidana dalam UU 1/2023 diterapkan kepada setiap orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika.
Mengenai rehabilitasi, dalam UU 1/2023, rehabilitasi merupakan salah satu dari tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok. Hal tersebut sebagaimana disebut dalam Pasal 103 ayat (1) UU 1/2023:
Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa:
- konseling;
- rehabilitasi;
- pelatihan kerja;
- perawatan di lembaga; dan/atau
- perbaikan akibat tindak pidana.
Kemudian, menurut Penjelasan Pasal 103 ayat (1) huruf b UU 1/2023, rehabilitasi adalah rehabilitasi media atau rehabilitasi sosial sebagai proses pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar yang bersangkutan dapat kembali melaksanakan fungsi sosial yang positif dan konstruktif dalam rangka mengembalikannya untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
Selanjutnya, Pasal 105 ayat (1) UU 1/2023 mengatur bahwa tindakan rehabilitasi dapat dikenakan kepada terdakwa yang:
- kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
- menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.
Rehabilitasi tersebut terdiri atas:[10]
- rehabilitasi medis;
- rehabilitasi sosial; dan
- rehabilitasi psikososial.
Merujuk pada penjelasan di atas, dalam UU 1/2023 tidak terdapat aturan yang mengatur mengenai sanksi pidana terhadap penyalah guna narkotika. Namun dalam UU 1/2023, bagi seseorang yang kecanduan narkotika dapat dikenakan tindakan rehabilitasi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Referensi:
Siti Hidayatun dan Yeni Widowaty. Konsep Rehabilitasi Bagi Pengguna Narkotika yang Berkeadilan. Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan, Vol. 1, No. 2, 2020.
[1] Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”)
[2] Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika
[3] Penjelasan Pasal 54 UU Narkotika
[4] Pasal 127 ayat (2) UU Narkotika
[5] Siti Hidayatun dan Yeni Widowaty. Konsep Rehabilitasi bagi Pengguna Narkotika yang Berkeadilan. Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan, Vol. 1, No. 2, 2020, hal. 166 – 167
[6] Pasal 56 UU Narkotika
[7] Pasal 57 UU Narkotika
[8] Pasal 58 UU Narkotika dan Penjelasannya
[9] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)