Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, berserikat, berkumpul, bahkan untuk berorganisasi merupakan sebuah keniscayaan dari hak warga negara yang dijamin negara berdasar Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Isu terhangat yang sedang mengemuka saat ini adalah wacana pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) terkait dugaan adanya ormas yang berindikasi Anti-Pancasila. Ormas merupakan organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Adapun ormas apa saja yang dikategorikan Anti-Pancasila masih dalam tahap evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri sebagai salah satu pihak yang berwenang. Hingga kini ada sekitar 140.000 ormas di Indonesia yang terdaftar dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) baik dari pemerintah setempat maupun Direktorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Sementara ormas yang tidak terdaftar diperkirakan mencapai tiga kali lipatnya (Stefanus Osa: print.kompas.com).
Pasal 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) dengan tegas mengatur asas pendirian ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Namun belum ada rumusan pasti mengenai indikator bertentangan dengan Pancasila atau Anti-Pancasila.
Jika merujuk Pasal 59 UU Ormas, terdapat beberapa larangan bagi ormas yang dapat dikategorikan bertentangan dengan Pancasila atau Anti-Pancasila, antara lain : Setiap ormas boleh menggunakan nama, simbol, atribut, bendera, dan lambang, namun tidak boleh sama atau menyerupai dengan yang digunakan oleh negara Indonesia, negara lain atau lembaga/badan internasional tanpa izin, partai politik, dan organisasi yang dikategorikan terlarang; Larangan untuk melakukan tindakan permusuhan terhadap Suku, Agama, Ras dan Golongan (SARA); Larangan untuk melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; Larangan melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Indonesia; larangan melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan yang paling krusial adalah Larangan menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Pengawasan dan Mekanisme Pembubaran Ormas
Dalam ruang lingkup UU Ormas, pengawasan terhadap ormas mengacu pada Pasal 53 sampai dengan Pasal 56. Berdasar aturan tersebut, pengawasan terhadap ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing dilakukan secara internal sesuai dengan mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART dan pengawasan secara eksternal yang dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan atau Pemerintah Daerah bersama Muspida daerah bersangkutan. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat berupa pengaduan yang disampaikan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah bersama Muspida.
Pada dasarnya UU Ormas merupakan perangkat hukum
Dalam hal Penghentian sementara dan penghentian tetap terhadap ormas yang melanggar pemerintah diwajibkan meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung (MA). Jika dalam jangka waktu 14 hari MA tidak memberikan rekomendasi maka pemerintah melalui koordinasi antara Kementerian dalam Negeri, Kepolisian RI, Kejaksaan RI serta Kementerian Hukum dan HAM berwenang melakukan penghentian sementara terhadap kegiatan ormas atau bahkah dapat berujung pada pembubaran ormas. Pembubaran ormas hanya dapat dilakukan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri (PN). Terhadap putusan PN ini hanya dapat dilakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan pencabutan organisasi yang berupa badan hukum bagi ormas yang berbadan hukum dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Alur panjang proses pembubaran ormas sebagaimana diatur dalam UU ormas memang ditujukan untuk memastikan hak-hak warga masyarakat untuk berserikat, berkumpul dan berorganisasi dapat terlindungi dengan baik. Pada dasarnya kebebasan berserikat, berkumpul dan berorganisasi adalah sebuah hak yang terpisah dari perbuatan individu, namun kebebasan ini dibatasi oleh hukum dalam arti menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Upaya Preventif Menangkal Ormas Anti- Pancasila
Pancasila merupakan ideologi dan dasar negara Indonesia. Ideologi mempunyai peranan sebagai penyataan kepentingan bangsa dan sekaligus sebagai alat pengekang jika nilai-nilai dirasa akan terancam (Riza Noer Afrani, Demokrasi Indonesia Kontemporer, 1996:45). Ideologi mempunyai beberapa fungsi : Pertama sebagai Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang didapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian- kejadian dalam alam sekitranya. Kedua, Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia. Ketiga, norma-norma
Pancasila juga merupakan sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) menjadi landasan penting bagi lahirnya konsep Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Staatsfundamentalnorm merupakan buah pemikiran Hans Nawiasky dengan teorinya Die theorie von stufenordnung der rechtsnormen (Jenjang Norma Hukum) sebagai pengembangan dari stufentheorie Hans Kelsen tentang Jenjang Norma (Jazim Hamidi, Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI, 2006:59).
Dalam konteks filsafat hukum, sumber hukum dapat berupa sumber hukum formal, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum yang mengikat terhadap komunitasnya; dan sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum yang dapat berupa nilai kemanusiaan, nilai ketuhanan, nilai keadilan, dan dapat pula berupa fakta yaitu realitas perkembangan masyarakat, dinamika aspirasi masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya (Darmodiharjo, 1996: 206). Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat (philosophische grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri bangsa (innerself of nation), dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dengan demikian nilai- nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa, yang menjadikan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa- bangsa lain.
Terkait hal tersebut maka segala bentuk aktivitas masyarakat dalam bentuk
Sesuai amanat Pasal 6 UU Ormas, ormas mempunyai fungsi sebagai penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan atau tujuan organisasi; pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi; penyalur aspirasi masyarakat; pemberdayaan masyarakat; pemenuhan pelayanan sosial; partisipasi masyarakat untuk memelihara pelestarian norma, nilai dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian ormas mempunyai peranan yang sangat strategis, sebagai mitra pemerintah untuk memberdayakan masyarakat guna mewujudkan tujuan nasional. Dan jika amanat undang-undang tentang pengaturan ormas ini dipahami dan dihayati pimpinan dan anggota ormas, maka tidak akan ada lagi ormas yang bertindak anarkis, dan bahkan memiliki paham Anti-Pancasila.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dituntut melakukan pemberdayaan ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga
sumber: rechtsvinding