INDOMETRO Law Office

Problematika Penyelenggaraan Umrah dan Haji Khusus dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan


Perjalanan rohani dan spiritual Umat Islam ke Tanah Suci, yakni Ibadah Haji dan / atau Ibadah Umrah dari tahun ke tahun semakin banyak diminati oleh kalangan Umat Islam dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia. Antusiasme tersebut mengakibatkan banyaknya orang yang melakukan perjalanan ke tanah suci, baik di bulan Haji atau  di luar bulan Haji.  Pelaksanaan Umrah membutuhkan banyak instrument, mulai dari kesiapan regulasi yang melibatkan lintas sektoral, proses perizinan bagi lembaga penyelenggara perjalanan, dan sebagainya, sehingga dibutuhkan sistem yang diformulakan khusus guna mengakomodir serta mengatur kebutuhan dan teknis pelaksanaan penyelenggaraan ibadah Haji dan Umrah. Sistem dimaksud disertai dengan perangkat pengawasan agar pelaksanaan menjadi teratur, lancar, aman dan terkendali. Oleh karena itu,  Pemerintah menyusun serangkaian regulasi penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dimana penerapannya
 dikoordinasikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.


Ketentuan Regulasi

Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi dan kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umroh. Pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang kemudian sebagian ketentuannya diubah di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kemudian telah terbit beberapa peraturan turunannya, sebagai berikut :

1) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Secara sistematika, materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang in,i yaitu BAB I Ketentuan Umum, BAB II Jemaah Haji, BAB III Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler, BAB IV Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, BAB V Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, BAB VI Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus, BAB VII Penyelenggaraan Ibadah Umrah, BAB VIII Koordinasi, BAB IX Peran Serta Masyarakat, BAB X Penyidikan, BAB XI Larangan, BAB XII Ketentuan Pidana, BAB XIII Ketentuan Peralihan, BAB XIV Ketentuan Penutup.


2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

PP ini mengatur mengenai Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat Risiko kegiatan usaha. Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko meliputi: 1) pengaturan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; 2) norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; 3) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui layanan Sistem Online Single Submission/OSS; 4) tata cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; 5) evaluasi dan reformasi kebijakan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; 6) pendanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; 7) penyelesaian permasalahan dan hambatan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan 8) sanksi. 

Didalam Pasal 144 mengatur Perizinan Berusaha pada sektor keagamaan yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis Risiko kegiatan usaha meliputi kegiatan usaha: a. penyelenggaraan ibadah haji khusus; dan b. penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. 


3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2021 tentang Rekening Penampungan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah

PP ini mengatur mengenai kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk membuka Rekening Penampungan yang terpisah dari rekening dana operasional PPIU di luar kegiatan umrah, penyetoran Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) ke Rekening Penampungan PPIU pada Bank Penerima Setoran (BPS), penggunaan BPIU, kewajiban PPIU untuk melaporkan pembukaan Rekening Penampungan, Jemaah Umrah yang telah menyetor BPIU, dan Jemaah Umrah yang telah didaftarkan asuransi melalui sistem yang terhubung secara daring dengan Kementerian.  


4) Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah Dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus

Peraturan Menteri Agama ini  memuat materi pokok, yakni Ketentuan Umum; Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah; Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus; Ketentuan Peralihan dan ketentuan Penutup.

 

Problematika / Permasalahan

Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dan haji,  khusus pada tahun 2023 dapat dijadikan sebagai bahan analisa guna penyempurnaan penyelenggaraan pada tahun 2024 ini. Bila dilihat dari pertumbuhan pelaku usaha perjalanan umrah, maka jumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) meningkat tajam dalam satu tahun terakhir. Jumlah jemaah umrah tahun 2023 juga meningkat pesat hingga mencapai 1,2 juta orang (data Siskopatuh Kemenag), namun dalam proses penyelenggaraannya terdapat berbagai kendala yang terjadi.


Menurut data Kementerian Agama sebagaimana disampaikan oleh Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Nur Arifin saat membuka Evaluasi Penyelenggaraan Umrah dan Konsolidasi Persiapan Haji Khusus tanggal 29 November 2023 di Bogor, bahwa tercatat setidaknya ada 29 kasus yang muncul di sepanjang tahun 2023, 29 permasalahan Umrah itu terjadi pada rentang Januari – Agustus 2023. Problem terbanyak muncul pada Januari, hingga tujuh kasus. Sementara paling sedikit pada Agustus 2023, hanya satu kasus. Rata-rata pada bulan-bulan lainnya ada tiga sampai empat kasus.


Terdapat 10 Jenis Permasalahan UMRAH sebagaimana dimaksud yang dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

  1. wanprestasi layanan di Arab Saudi;
  2. menunda berangkat dan tunda pulang karena kendala tiket; 
  3. persoalan internal Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah/PPIU (perselisihan antar pengurus);
  4. perselisihan antar PPIU (jual beli paket, jual beli LA); 
  5. perselisihan antara PPIU dengan cabangnya (pembayaran biaya umrah); 
  6. umrah non prosedural oleh Non PPIU; 
  7. jemaah umrah hilang di Arab Saudi; 
  8. jemaah umrah tinggal melebihi batas visa (over stayer); 
  9. jemaah umrah gagal berangkat karena PPIU terkendala keuangan;
  10. serta PPIU membuka layanan di luar wilayah domisili tanpa dilengkapi dengan izin sebagai cabang.


Penanganan Permasalahan

Berbagai permasalahan sebagaimana dgambarkan di atas, telah diupayakan penanganan dan mencari solusi atas permasalahan tersebut, diantaranya  penanganan secara administratif berupa  pencabutan izin operasional atas beberapa penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Sebagai gambaran, setidaknya ada 4 (empat) PPIU yang diberi sanksi pada tahun 2023. Keempat travel haji dan umrah tersebut adalah :

  1. PT Amana Berkah Mandiri (PT ABM) dibekukan berdasarkan Keputusan Menteri Agama nomor 473 tahun 2023 tentang pembekuan perizinan berusaha penyelenggara perjalanan ibadah umrah PT Amana Berkah Mandiri. 
  2. PT Arofah Mina (AM) dibekukan berdasarkan Keputusan Menteri Agama nomor 473 tahun 2023 tentang pembekuan perizinan berusaha penyelenggara perjalanan ibadah umrah PT Mubina Fifa Mandiri. 
  3. PT Mubina Fifa Mandiri (MFM) dibekukan berdasarkan Keputusan Menteri Agama nomor 473 tahun 2023 tentang pembekuan perizinan berusaha penyelenggara perjalanan ibadah umrah PT Mubina Fifa Mandiri. 
  4. PT Arafah Media Jaya (AMJ) dibekukan berdasarkan Keputusan Menteri Agama nomor 473 tahun 2023 tentang pembekuan perizinan berusaha penyelenggara perjalanan ibadah umrah PT Arafah Media Jaya.

Atas pelanggaran yang dilakukan serta kerugian yang ditimbulkan kepada jemaah dan masyarakat, PT Amana Berkah Mandiri, PT Arofah Mina, dan PT Mubina Fifa Mandiri, dijatuhi sanksi administrasi berupa pembekuan perizinan berusaha selama 1 tahun. Sedangkan PT Arafah Media Jaya dijatuhi sanksi administrasi berlaku selama 6 bulan, terhitung sejak tanggal 29 Mei 2023. Pembekuan izin ini merupakan penghukuman dari segi hukum administrasi. Ini sebagai langkah yang paling rasional untuk menjaga iklim penyelenggaraan dan bisnis umrah agar tetap kondusif. Dengan begitu, tidak mengganggu PPIU yang dikelola secara profesional dan serius.


Sesungguhnya penanganan masalah umrah selama ini terus berjalan sesuai dengan ketentuan. Kementerian Agama telah bekerja sama dengan Kepolisian di berbagai daerah dalam upaya penanganan masalah umrah. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah melalui Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus pada 31 Juli 2023 telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah se-Indonesia. Di dalam surat edaran tersebut terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan pelaku usaha umrah yang tidak berizin PPIU dan PIHK yang menjalankan usaha umrah dan haji.


Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah telah memerintahkan kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi agar melakukan pengawasan legalitas izin dan operasional PPIU dan PIHK sesuai dengan ketentuan di dalam PMA Nomor 5 Tahun 2021, mengidentifikasi para biro perjalanan wisata maupun pihak lain yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dan PIHK yang menawarkan umrah, haji khusus, dan haji mujamalah/furada yang tidak sesuai ketentuan (seperti umrah backpacker, haji “percepatan”, haji dengan visa selain visa haji, dan jenis lainnya), melakukan upaya represif dengan menindak dan melaporkan pihak yang tidak berizin PPIU dan PIHK yang menawarkan umrah, haji khusus, dan haji mujamalah/furada yang tidak sesuai ketentuan kepada Kepolisian Daerah. 


Secara teknis, edaran tersebut meminta agar Kanwil Kementerian Agama Provinsi melakukan pendataan kepada pihak yang tidak berizin PPIU dan menjalankan usaha umrah. Kanwil Kemenag juga diminta mendata pihak yang tidak berizin PIHK namun menjalankan usaha haji khusus. Berikutnya Kanwil perlu memberikan surat peringatan kepada para pihak yang telah teridentifikasi melanggar regulasi untuk menghentikan usahanya sampai dengan memiliki izin resmi dari Pemerintah. Bila dalam kurun waktu yang telah ditentukan para pihak yang melanggar tersebut tetap “bandel” dengan tidak menghentikan usahanya,  maka Kanwil wajib melaporkan kepada Kepolisian Daerah. 


Kepolisian dapat menggunakan ancaman dalam Pasal 121, Pasal 122, dan Pasal 124 UU Nomor 8 Tahun 2019. Ancaman bagi pihak yang melanggar Pasal 114 yang tanpa hak bertindak sebagai PIHK dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Haji Khusus, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak enam miliar rupiah, sesuai ketentuan di dalam Pasal 121. Sedangkan ancaman pidana bagi pelanggaran Pasal 115 tercantum di dalam Pasal 122 berupa pidana kurungan paling lama enam tahun atau pidana denda enam milyar rupiah. Sedangkan pelanggaran Pasal 117 diancam dengan pidana delapan tahun atau pidana denda delapan milyar rupiah sebagaimana diatur di dalam Pasal 124.


Kesimpulan

Pemerintah dalam waktu sekitar dua tahun terakhir telah berupaya  melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada para pelaku usaha. Berbagai regulasi dan upaya pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi telah diupayakan, pembinaan terhadap stakeholder telah dioptimalkan, saat ini sudah waktunya upaya represif dilakukan. Para pelaku pelanggaran sudah saatnya menerima ganjaran dari perbuatannya yang melanggar ketentuan. Karena faktanya aktivitas mereka mengancam pelaku usaha yang resmi berizin PPIU dan PIHK. Dan mereka juga jelas melakukan pelanggaran yang hukumannya tidak ringan. Dengan demikian kedepannya diharapkan segala bentuk ketidakpatuhan kepada regulasi dapat diminimalisir dan pelayanan terhadap masyarakat akan semakin maksimal.






sumber: https://rechtsvinding.bphn.go.id/?page=artikel&berita=908

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال