INDOMETRO Law Office

Tantangan dalam Penghapusan Sistem Kelas pada BPJS Kesehatan

 



Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akhir–akhir ini sedang menjadi pembicaraan di ruang publik. Alasannya, BPJS Kesehatan berencana menghapus sistem kelas untuk rawat inap. BPJS Kesehatan berencana mengubah skema Kelas Rawat Inap (KRI) menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). BPJS Kesehatan rencananya akan melakukan uji coba sistem tersebut pada tahun 2022. Akibat dari adanya perubahan sistem tersebut, maka akan juga mengubah skema dan besaran jumlah iuran. Iuran kabarnya akan disesuaikan dengan pendapatan atau gaji yang diterima peserta BPJS Kesehatan. Namun BPJS Kesehatan memastikan bahwa tidak akan ada kenaikan iuran sampai dengan tahun 2024 (Kompas.com, 2022). Rencana BPJS Kesehatan mengubah skema KRI menjadi KRIS tentu menjadi perbincangan di publik. 


KRI yang awalnya terbagi atas tiga kelas yaitu Kelas I, II, dan III. Rencananya diubah dengan KRIS Kelas Standar A dan Kelas Standar B. Kelas Standar A rencannya diperuntukan untuk Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Kelas Standar B rencananya adalah untuk yang bukan atau non PBI JKN. Rencana tersebut dilakukan dalam upaya untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip asuransi sosial serta prinsip ekuitas (Kompas.com, 2021). Namun sekali lagi, hal itu baru sebatas rencana. Belum dapat diketahui kapan pastinya ketentuan tersebut dilaksanakan. Bisa jadi berubah atau bahkan tidak dilaksanakan.


Kondisi tersebut tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah pergantian sistem dari KRI ke KRIS tidak akan menaikan iuran? Telah dijawab sebelumnya, bahwa setidaknya sampai dengan tahun 2024 tidak ada kenaikan iuran. Bagaimana setelah tahun 2024? Apakah tetap tidak ada kenaikan? Apakah ada jaminan bahwa tidak akan ada lagi kenaikan iuran? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu harus dijawab dengan tepat dan harus ada jaminannya.


Jangan sampai kemudian menuai polemik seperti yang telah lalu. Sebelumnya pernah terjadi polemik di masyarakat terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I sebesar Rp 80.000, Kelas II sebesar Rp 51.000, dan Kelas III sebesar Rp 25.500. Kemudian pemerintah menaikan iuran seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan tersebut menyatakan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I sebesar Rp 160.000, Kelas II sebesar Rp 110.000, dan Kelas III sebesar Rp 42.000. Adanya kenaikan iuran tersebut kemudian menuai polemik di masyarakat. Masyarakat banyak yang merespon atas sikap pemerintah yang menaikan iuran BPJS Kesehatan. Terjadi penolakan yang massif dari masyarakat terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kemudian Pemerintah mengubah jumlah nominal iuran melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.


Peraturan tersebut memuat ketentuan iuran yaitu untuk Kelas I sebesar Rp 150.000 dengan ketentuan Rp 160.000 untuk Bulan Januari dan Februari Tahun 2020, dan Rp 80.000 untuk Bulan April Mei, dan Juni Tahun 2020. Kelas II sebesar Rp 100.000 ketentuan Rp 110.000 untuk Bulan Januari dan Februari Tahun 2020 dan Rp 51.000 untuk April, Mei, dan Juni Tahun 2020. Kelas III sebesar Rp 35.000 dibayar oleh peserta. Iuran tersebut dapat dibayar semua atau sebagian oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Rp 7.000 disubsidi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga total iuran Rp 42.000. Sebelumnya tahun 2020 Iuran Kelas III ditentukan sebanyak Rp 25.500 yang dapat dibayar oleh peserta atau Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Juga ada subsidi dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 16.500. Jadi total iuran Rp 42.000.


Kini ketentuan iuran tersebut terancam berubah dengan adanya rencana perubahan sistem KRI menjadi KRIS. Tentu perlu kita ingatkan kepada Pemerintah termasuk BPJS Kesehatan. Bahwa jangan sampai perubahan sistem tersebut menuai polemik. Apalagi sampai terjadi polemik yang berujung protes keras dari masyarakat. Hal tersebut jangan sampai terjadi. Pengambil kebijakan dalam hal ini Pemerintah harus berhati-hati. Pemerintah harus melaksanakan betul amanat konstitusi yang telah kita sepakati bersama.


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) menyatakan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat (3) mengemukakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dua ayat tersebut memberikan amanat kepada Negara melalui penyelenggara Negara yaitu Pemerintah. Pertama, Negara harus mengembangkan sistem jaminan sosial. Jaminan kesehatan yang ada pada BPJS Kesehatan merupakan salah satu bagian dari sistem jaminan sosial. Kedua, Negara harus menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Layak tentu dapat ditafsirkan sesuai dengan kebutuhan, mudah diakses, dan diperuntukan untuk semua rakyat Indonesia.


Disinilah tantangan dari Pemerintah termasuk BPJS Kesehatan. Apakah dengan adanya perubahan dari KRI ke KRIS memberikan jaminan untuk tersedia fasilitas kesehatan yang layak? Apakah ada jaminan tidak akan ada lagi kenaikan jumlah iuran? Jika ada kenaikan apakah alasannya rasional dan dapat diterima oleh publik? Kita patut menunggu langkah besar Pemerintah termasuk langkah BPJS Kesehatan.


Pemerintah harus menjamin bahwa pelaksanaan sistem jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan tidak akan membebani rakyat. Apa gunanya jika ada sistem jaminan sosial, tetapi menjadi beban berat bagi masyarakat? Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah dan rakyat bersama-sama mampu melaksanakan sistem jaminan sosial tanpa membebani rakyat. Bagaimana caranya? Salah satu caranya adalah antara pemerintah dan rakyat dengan bersama-sama untuk melaksanakan amanat konstitusi secara menyeluruh dan konsekuen. Kemudian juga pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang responsif dan demokrastis. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah peraturan perundang-undangan terkait jaminan kesehatan. Peraturan perundang-undangan sebagai instrumen untuk melaksanakan amanat konstitusi.





sumber: https://rechtsvinding.bphn.go.id/?page=artikel&berita=587


Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال