INDOMETRO Law Office

Tinjauan Hukum tentang Pemerkosaam

 




Apa itu pemerkosaan  perkosaan adalah tindak pidana yang menyerang integritas, perkosaan juga merupakan suatu usaha melampiaskan hawa nafsu seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan/atau hukum yang berlaku adalah melanggar hukum.


Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, sebagai berikut:

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.


Dari bunyi Pasal 285 KUHP di atas, perkosaan didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan. Selain itu, kata-kata “bersetubuh” memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi penetrasi, sehingga, pada saat belum terjadi penetrasi peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan tetapi masuk dalam kategori pencabulan.


 Jika dalam Pasal 285 KUHP secara spesifik diatur bahwa korban adalah wanita, dalam Pasal 473 UU 1/2023, korban tidak hanya wanita saja, melainkan bisa berupa pria, suami, istri, atau anak. Berikut adalah bunyi Pasal 473 UU 1/2023:


  1. Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
  2. Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:

a.    persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;

b.    persetubuhan dengan Anak;

c.    persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau

d.    persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.


Kasus pemerkosaan di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) per 1 Januari 2022 ada sebanyak 16.876 kasus pemerkosaan yang dilaporkan.


Korban pemerkosaan bervariasi, tidak hanya perempuan saja tetapi juga laki-laki. Kendati demikian, memang jumlah laporan korban perempuan lebih banyak dari korban laki-laki.


Menurut Kemenpppa jumlah korban pemerkosaan perempuan yang melapor per 1 Januari tahun ini ada sebanyak 15.513 orang, sedangkan laki-laki sebanyak 2.671 orang.


Menurutnya suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana pemerkosaan apabila telah memenuhi unsur-unsur berikut :

1.    kekerasan atau dengan ancaman kekerasan

Kekerasan dalam pasal 285 KUHP merujuk pada perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku pemerkosaan untuk membuat korbannya menjadi pingsan atau tidak berdaya.

2.    Memaksa

Memaksa merupakan suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi terpojok, sehingga tidak ada pilihan lain baginya selain mengikuti kemauan dari pelaku. Pemaksaan pada dasarnya akan tetap disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dari si pemaksa.

3.    Seorang Wanita

Melalui unsur ini, secara tidak langsung juga memberikan petunjuk bahwa pelaku dari tindak pidana pemerkosaan adalah seorang laki-laki. Hal ini karena mayoritas kasus membuktikan bahwa laki-laki dapat melakukan persetubuhan dengan wanita tanpa memandang usia baik anak-anak maupun lansia.

4.    Wanita itu bukan istrinya atau di luar perkawinan

Di dalam konteks perkara ini, wanita yang menjadi korban pemerkosaan tentunya berstatus di luar perkawinan dengan pelaku. Namun, dalam penerapannya masalah persetubuhan yang terjadi baik di dalam maupun di luar perkawinan harus mempertimbangkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang hukum perkawinan.


Perbuatan pemerkosaan adalah salah satu bentuk kejahatan terhadap seksual yang umumnya terjadi pada perempuan dan anak, namun tidak memungkiri juga terjadi pada kaum laki-laki, mengingat perkembangan saat ini. Pemerkosaan merupakan suatu bentuk perbuatan kriminal yang termasuk isu seksual yang terjadi ketika seseorang memaksakan kehendak birahinya kepada manusia lain untuk mau mengikuti hasratnya melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis, yang dilkukan secara paksa dan/atau dengan cara kekerasan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, perkosaan memiliki arti atau makna yaitu suatu perbuatan menggagahi atau melanggar dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan sendiri diartikan sebagai suatu cara, proses, perbuatan yang melanggar kesusilaan terhadap orang lain, yang dilakukan dengan cara paksa dan/atau dengan kekerasan pula.


Pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan tertuang pula pada Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengapusan jenis kelamin yang mengharuskan setiap institusi penyelenggara pemerintah mengintegrasikan pengarusutamaan jenis kelamin dalam program dan budgetnya. Perempuan yang cenderung sering menjadi sasaran para predator seks diharapkan dapat lebih mawas diri dan waspada dalam berpakaian dan bersikap, jangan sampai mengundang para predator atau pelaku seks untuk merealisasikan niat jahatnya. Selain itu peran serta masyarakat juga sangat penting, dimana harus sadar akan kehadiran ancaman-ancaman dari para pelaku pemerkosaan sehingga lebih mengawasi putra-putri mereka, keluarga mereka dan orag disekitar mereka. Jangan sekal-seklai mengucilkan para korban, gunakanlah pendekatan psikologis untuk membantu korban bukannya mengucilkan mereka.


Tindak pidana pemerkosaan dapat dilihat penaturannya dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana lebih spesifiknya pada pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi bahwa siapa saja yang memaksa seorang wanita atau perempuan untuk bersetubuh dengannya tanpa adanya ikatan perkawinan, dengan cara kekerasan dapat dihukum pidana selama dua belas tahun penjara. Selanjutnya, Kekerasan seksual juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengatur mengenai kekerasan seksual yaitu setiap orang dapat dipidana penjara selama 12 tahun ata denda sebanyak Rp.36.000.000,00 (tiga enam juta rupiah) jika tebukti melakukan perbuatan seperti yang dimaksud dalam pasal 8 huruf a Undang-Undang ini.  Merujuk pada RKUHP yang sedang bermasalah saat ini, khususnya pada Pasal 480 ayat (1) dan ayat (2), per 28 Agustus 2019 yang segera akan disahkan DPR RI, pelaku pemerkosaan terhadap pasangannya yang sah dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama selama 12 tahun penjara.


Fenomena kejahatan pemerkosaan sering dan banyak terjadi di masyarakat, untuk itu kita harus waspada dan lebih berhati-hati dalam melakukan suatu aktifitas di dalam maupun di luar lapangan. Contoh kasus pemerkosaan terhadap perempuan yang terjadi di Bali yang terjadi di Sanur dekat penginapan, dimana korban dan pelaku kenal satu sama lain melalui aplikasi chatting, korban yang merasa tak terima dengan perbuatan pelaku akhirnya melapor ke pihak berwajib, setelah itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari sini kita ketahui bahwa social media juga berpengaruh dalam perkembangan kejahatan seksual yang terjadi untuk itu bijakla bersosial media. Karena para pelaku dapat melakukan segala cara untuk merealisasikan niatnya, sehingga kita harus pintar dalam membawa diri dan berinteraksi dengan orang- orang disekitar kita baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aplikasi pesan.


Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, hanya memberikan perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk memperoleh perlindungan dari bermacam kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kepada saksi dan korban diberikan perlindungan ekstra yang dirumuskan dengan peraturan untuk mendapatkan keadilan secara seimbang. Dalam konteks perlindungan terhadap korban kejahatan, adanya upaya preventif maupun represif yang dilakukan, baik di masyarakat maupun pemerintah (melalui aparat penegak hukumnya), seperti pemberian perlindungan/pengawasan dari berbagai ancaman yang dapat membahayakan nyawa korban, pemberian bantuan medis, maupun hukum secara memadai, proses pemeriksaan dan peradilan yang fair terhadap pelaku kejahatan, pada dasarnya merupakan salah satu perwujudan dari perlindungan hak asasi manusia serta instrument penyeimbang.






sumber: http://103.165.243.89/artikel_hukum/detail/hukum-pemerkosaan

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال