Apakah Ayah bisa Mendapatkan Hak Asuh Anak?
Hak Asuh Anak dalam UU Pelindungan Anak dan UU Perkawinan
Dalam menjawab pertanyaan Anda, pertama-tama perlu diketahui bahwa dalam UU Pelindungan Anak dan perubahannya, hak asuh dikenal dengan istilah kuasa asuh, yaitu kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Lalu, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 35/2014, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam menjalankan hak asuhnya, orang tua memiliki kewajiban yang harus dipenuhi terhadap anak-anaknya, hal ini diatur dalam Pasal 45 UU Perkawinan, yaitu:
- Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
- Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Adapun salah satu masalah yang sering muncul dari perceraian adalah mengenai hak asuh anak. Siapa yang paling berhak atas hak asuh anak jika perkawinan orang tua putus karena perceraian?
Mengacu pada bunyi Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan di atas mengindikasikan bahwa kasih sayang orang tua terhadap anak tidak boleh diputus ataupun dihalang-halangi. Adanya penguasaan anak secara formil oleh salah satu pihak pada hakikatnya untuk mengakhiri sengketa perebutan anak. Apabila sengketa itu tidak diputus di pengadilan, akan menjadi berlarut-larut, sehingga dampaknya anak menjadi korban, walaupun harus diakui juga bahwa banyak sekali yang tidak mempersoalkan hak asuh anak setelah proses perceraian karena keduanya sepakat mengasuh dan mendidik anak bersama-sama.
Hal ini sejalan dengan Pasal 41 UU Perkawinan yang mengatur akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
- Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
- Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
- Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Mengenai hak asuh anak, UU Perkawinan tidak mengatur secara khusus siapa yang berhak untuk mendapatkan hak asuh anak yang belum berusia 12 tahun. Melainkan hanya mengatur hak asuh anak pasca bercerai, yaitu kedua belah pihak tetap wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya dan jika ada perselisihan hak asuh anak, pengadilan yang akan memberi keputusannya.
Walaupun demikian, terdapat yurisprudensi mengenai hak asuh anak yang terdapat dalam Putusan MA No. 102 K/Sip/1973. Kaidah hukum yang terkandung pada putusan tersebut adalah bahwa ibu kandung yang diutamakan khususnya bagi anak yang masih kecil anak menjadi kreterium, kecuali terbukti bahwa ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya.
Hak Asuh Anak dalam Islam
Kemudian, jika Anda beragama Islam, menurut para ahli fiqh, hak asuh anak dalam islam (hadhanah) adalah melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil baik laki-laki maupun perempuan atau yang sudah besar, tetapi belum tamyiz, tanpa perintah dari padanya, menyediakan sesuai yang menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikil tanggung jawabnya.
Dalam hukum Islam sendiri, dalam hal terjadinya perceraian di antara orang tuanya yang diputus oleh Pengadilan Agama, maka:
- Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
- Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
- Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Selanjutnya, akibat putusnya perkawinan karena perceraian berdasarkan Pasal 156 KHI, antara lain:
- anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:
- wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
- ayah;
- wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
- saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
- wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
- anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;
- apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
- semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
- bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf a, b dan d;
- pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Macam-macam Pembagian Hak Asuh dalam Perceraian
- Hak Asuh Anak di Bawah 5 Tahun Akibat Perceraian
Menurut Justika.com (penulis sebelumnya), jika terjadi perselisihan antara ibu dan ayah terkait dengan hak asuh anak, dalam hal ini utamanya adalah anak yang berusia di bawah 5 tahun, maka pembagian dan pemberian hak asuh diberikan oleh pengadilan dengan mempertimbangkan siapa dari kedua orang tua tersebut yang lebih layak dalam mendapatkan hak asuh anak yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Namun, jika merujuk pada Pasal 105 KHI, menjelaskan mengenai hak asuh anak dalam perceraian dengan usia anak dibawah 12 tahun diberikan kepada sang ibu. Meskipun begitu ayah tetap menanggung seluruh biaya pemeliharaan anak tersebut.
Akan tetapi, ibu juga bisa kehilangan hak asuhnya. Adapun penyebab ibu kehilangan hak asuh anak adalah sebagai berikut:
- ibu berperilaku buruk;
- ibu yang masuk ke dalam penjara; dan/atau
- ibu tidak bisa menjamin kesehatan jasmani dan rohani anaknya.
Sebab-sebab ini dapat menjadi alasan hak asuh anak dari ibu beralih ke ayah.
- Hak Asuh Anak Perempuan
Bagaimana dengan hak asuh anak perempuan dalam perceraian? Dasar hukum yang digunakan dalam penentuan hak asuh anak perempuan masih sama halnya dengan hak asuh anak di bawah 5 tahun. Di mana jika anak perempuan tersebut masih berusia di bawah 12 tahun, maka sang ibu lah yang berhak mendapatkan hak asuh tersebut.
Namun, jika anak perempuan tersebut telah berusia lebih dari 12 tahun, maka anak tersebut berhak untuk menentukan orang tua yang pantas dalam mengasuh dirinya.
- Hak Asuh Anak Jika Istri Minta Cerai
Macam-macam hak asuh anak dalam perceraian lainnya adalah hak asuh anak jika istri menggugat cerai. Lantas bagaimana dengan hak asuh anak jika istri minta cerai? Berhakkah ibu yang mendapatkan hak asuh anak?
Jawaban singkatnya, masih berpaku dengan peraturan yang sama. Di mana, jika hak asuh anak di bawah 12 tahun tetap akan jatuh ke dalam hak sang ibu dengan tetap menjadi tanggung jawab ayah perihal biayanya.
Namun, jika istri meminta cerai karena kesibukannya, hal ini bisa menyebabkan perubahan hak asuh yang bisa saja jatuh menjadi hak seorang ayah. Di mana terdapat kekhawatiran penelantaran anak tersebut akibat kesibukan sang ibu.
- Hak Asuh Anak Jika Istri Terbukti Selingkuh
Hak asuh anak dalam perceraian yang disebabkan jika istri terbukti selingkuh akan menyebabkan hilangnya hak ibu dalam mengasuh anak tersebut. Pasalnya, jika berselingkuh dan terbukti di pengadilan, si ibu dinilai gagal menjadi seorang ibu seperti yang tertuang dalam Pasal 34 ayat (2) UU Perkawinan, yakni istri/ibu wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
Selanjutnya, Farida Prihatini dalam artikel Hak Asuh Anak Harus Menjamin Kepentingan Terbaik Anak, menjelaskan hak asuh anak setelah perceraian diberikan kepada ibunya bila anak belum dewasa dan belum baligh. Hal itu karena ibu secara fitrahnya lebih bisa mengatur anak dan lebih telaten mengasuh anak.
Namun demikian, menurut Farida hak asuh anak juga tidak tertutup kemungkinan diberikan kepada sang ayah kalau ibu tersebut memiliki kelakuan yang tidak baik, serta dianggap tidak cakap untuk menjadi seorang ibu terutama dalam mendidik anaknya. Yang diutamakan itu adalah untuk kebaikan si anak.
Lantas, bagaimana cara memenangkan hak asuh anak ke ayah?
Cara Memenangkan Hak Asuh Anak Ke Ayah
Menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah hak asuh anak bisa diambil oleh ayah? Sebagaimana Anda ceritakan, saat ini si anak sudah berada dalam asuhan ibu, akan tetapi hak asuh dimungkinkan untuk dialihkan jika didapati fakta, ibu tidak bisa menjamin pemenuhan hak-hak anak.
Penyebab ibu kehilangan hak asuh anak didasarkan pada Pasal 156 huruf c KHI bahwa seorang ibu bisa kehilangan hak asuh terhadap anaknya sekalipun si anak masih berusia di bawah 12 tahun:
apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.
Kemudian, ibu juga bisa kehilangan hak asuh anak, karena menurut Pasal 49 UU Perkawinan:
- Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal:
- Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
- Ia berkelakuan buruk sekali.
- Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
Jadi berdasarkan ketentuan tersebut, ibu dapat kehilangan hak asuhnya jika tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, jika ibu melalaikan kewajibannya terhadap anaknya, serta berkelakuan buruk sekali.
Adapun cara memenangkan hak asuh anak ke ayah dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan hak asuh anak kepada Pengadilan terkait pemindahan hak asuh anak yang tentunya disertai dengan alasan-alasan yang kuat untuk mendukung terkabulnya permohonan peralihan hak asuh anak tersebut. Selain itu, untuk mendapatkan kepastian hukum, ayah dapat memintakan surat hak asuh anak atau surat penetapan penguasaan dan perwalian anak tersebut.
Sumber : Hukum Online
Diskusi