Penahanan oleh Kepolisian
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada polisi selaku penegak hukum (penyidik) antara lain adalah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup yakni minimal dua alat bukti.[1]
Adapun mengacu pada Pasal 1 angka 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Sedangkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP.
Kemudian, setidaknya ada beberapa alasan yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terhadap tersangka yakni dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.[2]
Dalam hal ini, polisi sebagai penyidik diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang yaitu selama 20 hari dan dapat diperpanjang selama 40 hari.[3]
Tugas dan Wewenang Kepolisian
Menjawab pertanyaan Anda tentang tugas dan wewenang kepolisian, Pasal 13 UU 2/2002 mengatur bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
- memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
- menegakkan hukum; dan
- memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kemudian, dalam rangka menyelenggarakan tugas, polisi secara umum memiliki wewenang antara lain:
- menerima laporan dan/atau pengaduan;
- membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
- mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
- mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
- mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
- melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; dan lain-lain.
Tugas dan wewenang kepolisian dapat Anda temukan selengkapnya di Pasal 13 s.d. Pasal 19 UU 2/2002.
Berkaitan dengan kasus yang Anda tanyakan, menurut hemat kami, perbuatan polisi yang sengaja maupun tidak sengaja meloloskan tahanan, bertentangan dengan tugas pokok kepolisian (memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat). Sebab, tahanan berpotensi mengulangi tindak pidana yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat.
Jika Polisi Meloloskan Tahanan
Jika polisi dengan sengaja (dolus) meloloskan tahanan tanpa alasan yang sah atau polisi lalai (culpa) dalam menjalankan tugasnya sehingga tahanan berhasil melarikan diri, maka dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[4] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:
Pasal 426 KUHP | Pasal 531 UU 1/2023 |
|
|
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 289) menjelaskan bahwa Pasal 426 tidak hanya mengancam polisi yang sengaja (dolus) melepaskan tahanan, melainkan juga polisi yang karena salahnya (culpa) melepaskan tahanan. Misalnya agen polisi menjaga orang tahanan, tertidur sehingga orang tahanan itu melarikan diri.
Berdasarkan kasus di atas, oknum polisi yang terbukti secara hukum dengan sengaja membantu atau melepaskan tahanan dapat diancaman pidana penjara paling lama 4 tahun berdasarkan Pasal 426 ayat (1) KUHP atau Pasal 531 ayat (1) UU 1/2023.
Sedangkan jika tahanan berhasil melarikan diri karena faktor kelalaian/kealpaan/kelengahan petugas/pejabat kepolisian, maka polisi yang bersangkutan diancam pidana kurungan paling lama 2 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta berdasarkan Pasal 426 ayat (2) KUHP. Adapun dalam Pasal 531 ayat (2) UU 1/2023, pidananya adalah penjara paling lama 1 tahun.
Sanksi Berdasarkan Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian
Jika tindakan polisi tersebut dikaitkan dengan Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diatur melalui PP 2/2003, perbuatan polisi yang dengan sengaja ataupun karena kelalaiannya melepaskan tahanan dianggap sebagai pelanggaran dan dapat dikategorikan tidak melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab berdasarkan Pasal 4 huruf d PP 2/2003.
Adapun anggota polisi yang ternyata melakukan pelanggaran peraturan disiplin dalam PP 2/2003 ini dapat dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.[6]
Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik, sedangkan hukuman disiplin berupa:[7]
- teguran tertulis;
- penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 tahun;
- penundaan kenaikan gaji berkala;
- penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun;
- mutasi yang bersifat demosi;
- pembebasan dari jabatan;
- penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari.
Apabila pejabat kepolisian tersebut telah diproses secara hukum dan dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap/inkracht, maka berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf a PP 1/2003, polisi tersebut dapat diberhentikan tidak dengan hormat setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia.[8]
Sumber : Hukum Online