Membentuk suatu kabinet akan menjadi tugas awal Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan memulai masa tugasnya pada 20 Oktober mendatang. Sebagai negara hukum, Indonesia merupakan negara yang bertujuan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Negara hukum adalah negara yang dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang bertujuan meningkatkan kehidupan demokratis yang sejahtera, berkeadilan, dan bertanggung jawab.
Oleh karena negara Indonesia adalah negara hukum, maka presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan negara hukum yang diberi mandat dan tanggung jawab untuk membentuk suatu kabinet negara hukum. Kabinet negara hukum adalah struktur pemerintahan yang dibentuk untuk meningkatkan kehidupan demokratis yang sejahtera, berkeadilan, dan bertanggung jawab.
Maka dengan demikian indikator pengisian jabatan kabinet seharusnya tidak berhenti pada kesediaan untuk melaporkan kekayaannya dalam form Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara namun juga memiliki keahlian dan akuntabilitas sebab keduanya merupakan bagian dari asas yang harus dimiliki oleh setiap penyelenggara negara.
Antara keahlian dan akuntabilitas memiliki saling keterkaitan. Ibarat pena dan kertas, maka keahlian adalah pena dan akuntabilitas adalah kertas. Kertas adalah media yang dapat mengukur dan menentukan adakah suatu pena telah dimanfaatkan dengan optimal dan mencapai harapan atau tidak digunakan sama sekali oleh si pemegang pena.
Menata Kembali
Mengingat salah satu prinsip dari negara hukum adalah adanya pertanggungjawaban yang melekat dari suatu kewenangan, maka seharusnya setiap jabatan di dalam kabinet yang memiliki kewenangan untuk memimpin pelaksanaan tugas kementerian suatu bidang wajib bertanggung jawab. Sayang sekali bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan jabatan jarang sekali dibuka ke publik. Artinya, jarang sekali menteri dicopot karena tidak kompeten.
Sering sekali, yang mengemuka ke publik, reshuffle menteri terjadi karena bagian dari negosiasi atau kompromi politik. Padahal seharusnya dalam konteks negara hukum, pencopotan terjadi karena tidak mampu bekerja memenuhi harapan publik.
Wewenang atribusi yang diberikan kepada anggota kabinet nantinya diberikan untuk mengambil keputusan dan atau tindakan sesuai dengan urusan bidang kementerian yang dipimpinnya. Setiap pengambilan keputusan dan atau tindakan ini oleh pejabat berwenang sering sekali berada pada area konflik kepentingan yang mana pejabat bersangkutan memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain yang mempengaruhi netralitas dan kualitas tindakan dan atau keputusan yang dilakukannya.
Pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan anggota kabinet hingga saat ini masih belum jelas. Padahal sebagai jabatan administratif publik seharusnya terdapat lembaga pengawasan. Kegunaan pengawasan adalah untuk mencegah dan menangani adanya indikasi penyalahgunaan dalam pelaksanaan wewenang melalui menentukan terdapat tidaknya kesalahan, terdapat tidaknya kesalahan administratif dan terdapat tidaknya kesalahan administratif yang menimbulkan terjadinya kerugian keuangan negara.
Terdapat urgensi agar presiden dan wakil presiden yang baru nantinya dapat menata kembali model pertanggungjawaban jabatan menteri yang tujuannya adalah agar pengisian dan pergantian posisi menteri berbasis pada akuntabilitas agar mendekati ciri negara hukum. Pertanggungjawaban terhadap penyelenggaraan negara menjadi variabel utama selain juga loyalitas. Salah satu langkah penataan dengan memberikan tugas delegasi kepada salah satu kementerian agar berperan sebagai pengawas pelaksanaan wewenang dari anggota kabinet.
Diciptakannya model pengawasan pelaksanaan wewenang adalah indikasi kuat bahwa ke depan pengisian jabatan menteri didasarkan pada kompetensi dalam mengeksekusi program guna mencapai tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, presiden terlebih dahulu perlu memastikan jangan sampai membentuk kementerian tanpa kewenangan, atau membuat jabatan tanpa kewenangan seperti wakil menteri karena hal itu berarti yang mengisi jabatan tersebut tidak dapat dicopot karena tidak punya pertanggungjawaban, asasnya tanpa kewenangan tidak ada pertanggungjawaban.
Daripada membentuk kementerian tanpa kewenangan lebih baik anggaran yang bakal dihabiskan untuk fasilitas kementerian tanpa kewenangan itu dipergunakan untuk membiayai program mempercepat kesejahteraan rakyat melalui jaminan kesehatan, akses pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja.
Bila mengasumsikan jumlah kementerian ke depan akan mencapai 40 kementerian, maka seharusnya terdapat 40 urusan pemerintahan yang merupakan bagian dari urusan cabang kekuasaan eksekutif. Penegasan masing-masing urusan mestilah jelas agar tidak berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan di antara kementerian. Misalnya seperti yang sudah berjalan, terdapat berbagai ketidakjelasan peran dari kementerian dan saling bersinggungan yakni antara kementerian sosial dan kementerian perlindungan perempuan dan anak.
Kementerian investasi dan pariwisata serta ekonomi kreatif terkesan banyak dari fungsi kementerian tersebut bisa juga dijalankan oleh fungsi kementerian yang lain. Akibatnya terjadi saling klaim kewenangan dan pencapaian program kerja; anggaran diserap dua kali untuk tujuan yang sama. Lebih krusial lagi, alhasil berbagai program kesejahteraan rakyat tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya tumpang tindih kewenangan.
Beberapa saat yang tersisa ini sebaiknya dimanfaatkan oleh presiden dan wakil presiden terpilih untuk menjernihkan kembali masing-masing dari urusan pemerintahan agar dari tiap-tiap urusan yang berbeda itu muncul jumlah kementerian yang berbasis tugas guna mencegah terjadinya sengketa kewenangan dan pemborosan anggaran negara.
Jangan sampai jumlah kementerian yang dibentuk nantinya berasal dari urusan mengakomodasi jumlah kepentingan kekuasaan yang ada.
Model kebijakan seperti itu akan menghasilkan suatu institusi tanpa urusan yang jelas tetapi menguras keuangan negara bahkan itu tadi menjadi penghambat dalam pekerjaan kementerian lainnya sehingga rakyat menjadi korban. Mengingat beratnya beban keuangan negara pada masa mendatang, sudah seharusnya para elite politik kompak untuk bekerja sama membangun negara dengan memperhatikan tujuan yang esensial dari negara.
Mewujudkan Keadilan
Mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat adalah sasaran dari dibentuknya suatu negara melalui proklamasi kemerdekaan. Porsi anggaran yang terlalu besar untuk melayani berbagai kepentingan dan hasrat kekuasaan akan mengorbankan banyak program kesejahteraan untuk rakyat. Lebih mengkhawatirkan lagi bila karena membiayai anggaran belanja untuk para penyelenggara negara ,maka rakyat yang akan menjadi sasaran penerimaan negara melalui berbagai kebijakan di sektor pajak.
Di tengah situasi himpitan ekonomi yang ada, diindikasi dengan banyaknya kasus PHK dan terjadinya penurunan kelas menengah, tampaknya tidak etis bila negara meminta lebih lagi pada rakyat. Justru seharusnya pada saat seperti ini, sebagai negara kesejahteraan, seharusnya negara lebih banyak berperan dalam melindungi dan memenuhi berbagai jaminan sosial kepada rakyat agar dapat bangkit dan bertahan.
Kabinet negara hukum adalah soal desain struktur kekuasaan yang dibangun untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera secara merata dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
sumber: Detik