INDOMETRO Law Office

Kasus-Kasus di Indonesia yang tidak Dapat Keadilan




Sila kelima Pancasila berbunyi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun, kenyataannya, ketidakadilan kerap terjadi di negeri ini. Salah satu ketidakadilan yang sering menarik perhatian masyarakat adalah ketidakadilan hukum. Tagar #PercumaLaporPolisi bahkan sempat viral di media sosial akibat kekesalan masyarakat terhadap kinerja polisi. Berikut beberapa kasus ketidakadilan hukum di Indonesia.


Omeli Suami Mabuk, Ibu di Karawang Diadili

Valencya, seorang ibu di Karawang, Jawa Barat, ditetapkan sebagai tersangka pada awal 2021 karena dilaporkan suaminya ke polisi.



Valencya diduga telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berupa kekerasan psikis kepada laki-laki yang kemudian bercerai dengannya itu. Kekerasan psikis itu dilakukan Valencya saat memarahi suaminya yang sering mabuk dan tidak pulang ke rumah selama enam bulan. Rekaman omelan tersebut kemudian digunakan sang suami untuk melaporkannya.



Di persidangan, jaksa penuntut umum menuntut Valencya agar dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Perkara ini pun semakin menarik perhatian publik. Jaksa kemudian menarik tuntutan tersebut atas dasar hati nurani dan rasa keadilan. Hakim lalu memvonis bebas Valencya karena tidak terbukti bersalah. 


Jadi Tersangka Usai Bela Diri dari Begal 

Mohamad Irfan Bahri, remaja asal Madura ditetapkan sebagai tersangka usai membela diri dari serangan pelaku begal pada 2018 lalu.Irfan yang sedang berlibur ke Bekasi menjadi korban begal saat sedang berada di jalan bersama seorang temannya. Tak hanya ponsel yang dirampas, pelaku begal yang berjumlah dua orang tersebut juga menyerang Irfan dan temannya dengan celurit. Irfan pun membela diri dan menyerang balik dengan celurit yang berhasil direbut. 



Salah satu dari pelaku begal tersebut kemudian meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit. Publik kemudian dikagetkan dengan penetapan status tersangka terhadap Irfan oleh Polres Bekasi Kota. Irfan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan pelaku begalnya. Namun, Menko Polhukam Mahfud MD turun tangan dan menghadap Presiden Joko Widodo. Irfan lalu dibebaskan dan diberi penghargaan oleh polisi.



Remaja Divonis 1 Tahun Pembinaan Usai Bela Diri dari Begal 


Kasus membela diri dari begal juga terjadi pada ZA, seorang siswa SMA di kabupaten Malang pada tahun 2019. Ia dan teman perempuannya didatangi oleh tiga orang yang bermaksud merampas motor dan ponselnya. Kawanan tersebut bahkan juga melontarkan niat ingin memperkosa teman perempuan ZA. ZA yang merasa terancam kemudian mengambil pisau dari jok motornya dan menusukkannya pada dada salah seorang dari kawanan tersebut. Pisau ini diklaim ZA akan digunakannya untuk keperluan praktik di sekolah.



Hakim kemudian memvonis ZA dengan pidana pembinaan selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam, kabupaten Malang. Ia dinyatakan bersalah melakukan penganiayaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, pada dasarnya, kasus yang menimpa ZA sama dengan yang dialami Irfan. Namun, pada kasus ZA, ia tidak dapat ikut campur lebih jauh karena telah memasuki ranah pengadilan. 



Nenek 92 Tahun Divonis 1 Bulan karena Tebang Pohon Durian 


Pada tahun 2018, Saulina Sitorus yang berusia 92 tahun divonis 1 bulan 14 hari penjara karena menebang pohon durian milik kerabatnya, Japaya Sitorus di Toba Samosir, Sumatera Utara, untuk membangun makam leluhurnya.Enam anak Saulina juga terseret kasus ini dan divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Balige dengan hukuman 4 bulan 10 hari penjara. Vonis ini menarik perhatian karena dalam persidangan, para saksi yang rumahnya berdekatan dengan lokasi tidak pernah melihat Japaya menanam pohon durian yang diperkarakan. Upaya damai pernah ditempuh sebelumnya. Japaya meminta uang ratusan juta sebagai syarat berdamai karena kesal dan sebagai ganti rugi penebangan pohon. Namun, Saulina dan keenam anaknya tidak dapat memenuhi syarat tersebut karena tidak punya uang.



Mencuri Kayu Perhutani, Perempuan Paruh Baya Dihukum 

Asyani, perempuan berusia 63 tahun di Situbondo, Jawa Timur, divonis satu tahun penjara dengan masa percobaan 15 bulan dan denda Rp 500 juta karena bersalah mencuri kayu jati milik Perhutani. Perempuan yang bekerja sebagai tukang pijat ini sempat ditahan di Lapas Situbondo selama tiga bulan sebelum akhirnya lepas setelah Bupati Dadang Wigarto menjadi penjamin. Di persidangan, Asyani mengaku kayu tersebut bukan curian dan telah ia simpan sejak lama. Namun, Asyani tidak dapat menunjukkan surat keterangan asal usul kayu tersebut.



Ahli hukum dan mantan hakim konstitusi yang pernah menjadi saksi untuk Asyani, Achmad Sodiki, pun meragukan bukti yang digunakan dalam pengadilan. Ia menyebut kronologi pencurian kayu dan identifikasi kayu masih tidak jelas. Asyani juga tidak seharusnya dijerat dengan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Menurutnya, undang-undang tersebut didesain untuk menjerat pelaku perusakan hutan yang masif dan berskala besar, bukan untuk menjerat warga di sekitar hutan yang kerusakannya tak signifikan.



sumber: Kompas


Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال