Kemnaker juga menyoroti pasal yang mengatur kemasan rokok minimal berisi 20 batang sebagai potensi pemicu PHK. "Produksinya akan terbatas, sehingga tenaga kerja akan berkurang,” tambahnya.
Tuntutan ini mendapat dukungan dari Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, yang meminta pemerintah untuk melindungi mata pencaharian anggotanya. "Peraturan ini bisa mematikan keberlangsungan industri tembakau dan mengganggu mata pencaharian ratusan ribu anggota kami," kata Sudarto.
1. Mengeluarkan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan.
2. Melibatkan pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja, dalam pembahasan aturan.
3. Memperkuat implementasi PP 109/2012 yang dianggap sudah komprehensif.
Terkait hal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai lembaga yang memimpin pembahasan RPP Kesehatan diminta untuk mempertimbangkan dampak aturan ini terhadap aspek ketenagakerjaan.
Kemnaker dan PP FSP RTMM-SPSI menekankan bahwa kebijakan yang berlaku seharusnya tidak mengorbankan tenaga kerja, khususnya di sektor industri hasil tembakau yang merupakan sektor padat karya. “Meskipun mesinnya canggih, tetapi tetap mempekerjakan banyak tenaga kerja, terutama wanita,” pungkas Indah Anggoro Putri.
Sumber : inilah.com