INDOMETRO Law Office

Pasal 429 RKUHP tentang Gelandangan dan Tanggung Jawab Negara

 


AKHIRNYA Pemerintah resmi menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR pada Rabu (6/7/2022). Bersamaan hal tersebut, draf RKUHP juga dibuka ke publik setelah sebelumnya draf sulit diakses. Meskipun sudah diserahkan ke DPR, belum ada tanda-tanda RKUHP akan disahkan dalam waktu dekat sehingga terbuka ruang bagi publik untuk memberikan masukan. 


Pemerintah menegaskan, pembahasan dengan DPR dibatasi hanya fokus pada 14 isu krusial yang telah disepakati bersama. Isu-isu tersebut, yakni: 1. Hukum adat (Pasal 2) 2. Pidana mati (Pasal 11) 3. Penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218) 4. Tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib (Pasal 252) 5. Unggas dan ternak merusak kebun yang ditanami benih (Pasal 278 dan 279) 6. Penghinaan terhadap pengadilan (Pasal 281) 7. 


Penodaan agama (Pasal 304) 8. Penganiayaan hewan (Pasal 342) 9. Alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan (Pasal 414-416) 10. Penggelandangan (Pasal 429) 11. Aborsi (Pasal 469-471) 12. Perzinahan (Pasal 417) 13. Kohabitasi Pasal 418) 14. Perkosaan (Pasal 479) Artikel ini fokus pada isu penggelandangan, yakni Pasal 429 RKUHP yang berbunyi:


“Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.” Mengenai kategori denda, pada pasal 79 ayat 1, RKUHP membagi 8 kategori. Besaran denda mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 50 miliar. Adapun pidana denda untuk kategori 1, yakni Rp 1 juta. Sesungguhnya pasal terkait penggelandangan sudah diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini, namun dengan ancaman pidana berbeda. Pasal 505 ayat (1) KUHP mengatur: “barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencarian, diancam karena melakukan penggelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.



” Pasal 505 ayat (2) KUHP: “pergelandangan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.” Kita tahu bahwa KUHP sekarang, yakni Wetboek van Strafrecht adalah peninggalan kolonial Belanda yang tidak sesuai dengan jiwa serta kepribadian bangsa. Apalagi, produk tersebut sudah berusia ratusan tahun sehingga sangat ketinggalan zaman. Penggantian KUHP merupakan salah satu usaha dalam rangka pembangunan hukum nasional sehingga dapat mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga keberadaan Pasal 429 RKUHP patut dijelaskan latar belakangnya, sebab merupakan adopsi dari KUHP lama tanpa disertai rasio legis mengapa pasal ini tetap ada. Sementara dalam bagian penjelasan, pasal tersebut hanya berbunyi ”cukup jelas”. 



Merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan Pengemis, gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Keberadaan gelandangan memang sangat rentan mengganggu ketertiban umum, sebab faktor ekonomi dan sosial menjadi latar belakang kuat penyebab mereka dapat melakukan tindakan kriminal. 



Namun hal tersebut tidak serta merta membuat negara lepas tangan. Harus kita ingat bahwa tujuan kita bernegara tertulis jelas dalam Alinea 4 Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Para Founding Fathers merumuskan tujuan bernegara tersebut berangkat dari konsep negara kesejahteraan atau Welfare State. Konsep negara kesejahteraan merupakan gagasan bahwa negara bertanggung jawab atas warga negaranya, yaitu dengan menyejahterakan rakyatnya melalui pelayanan, bantuan, perlindungan dan pencegahan masalah-masalah sosial. 



Negara kesejahteraan memberi kuasa pada negara untuk ikut campur dalam segala urusan dan kegiatan masyarakat berdasarkan asas legalitas. Konsep Welfare State bertujuan mengurangi kesulitan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan dan sebagainya. Hal tersebut kemudian diwujudkan dengan Pancasila khususnya sila kelima dan UUD Tahun 1945 khususnya pasal 27, 28, 31, 33, dan pasal 34. Berdasar hal tersebut, keberadaan Pasal 429 RKUHP sesungguhnya berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan konsep welfare state yang negara kita anut. Perlindungan negara terhadap "Gelandangan" ditegaskan pada Pasal 34 ayat (1) UUD Tahun 1945 bahwa: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.



” Menyikapi adanya gelandangan, negara seharusnya tidak berlaku represif, namun mengambil langkah yang sesuai dengan perlindungan dan pemeliharaan sebagaimana amanat Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. Dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang cabang kekuasaan eksekutif perlu merumuskan program untuk mengurangi gelandangan, khususnya program penanggulangan kemiskinan, melakukan pembinaan kerja, dan menyediakan lapangan kerja. Mengingat RKUHP masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2022, DPR bersama pemerintah masih memiliki waktu hingga 31 Desember 2022, untuk mengevaluasi pasal-pasal RKUHP yang kontroversial dan tidak terburu-buru untuk disahkan. Pembentuk undang-undang perlu mendengarkan aspirasi publik dan mengedepankan partisipasi yang bermakna dalam proses pembentukan RKUHP.




sumber: Kompas
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال