INDOMETRO Law Office

Pasal Penghinaan dalam KUHP Baru Diajukan untuk Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi


Sekitar dua pekan setelah disepakati oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menjadi undang-undang pada 6 Desember 2022, Kitab Undang-undang Hukum Pidana sudah dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji konstitusionalitas pasal-pasalnya. Ia adalah seorang advokat, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, yang menguji tiga pasal di KUHP baru terkait tindak pidana penghinaan yang dinilainya mengancam warga negara.


Ia menguji Pasal 433 Ayat (3), Pasal 434 Ayat (2), serta Paal 509 Huruf a dan b KUHP baru. Norma pertama yang diuji terkait dengan penyerangan kehormatan atau nama baik orang lain dengan menuduhkan suatu hal agar diketahui umum dipidana 9 bulan penjara atau denda paling banyak kategori II (Rp 10 juta), di mana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau membela diri tidak bisa dipidana.


Norma kedua yang diuji berkenaan dengan pembuktiannya di pengadilan, sedangkan norma ketiga berkenaan dengan ancaman pidana terhadap advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat gugatan keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.


Zico yang didampingi dua kuasa hukumnya, Angela Claresta Foek dan Rustina Haryati, mendaftarkan uji materi KUHP baru ke MK pada 19 Desember 2022. Hingga Sabtu (24/12/2022), permohonan tersebut belum dimasukkan dalam buku register perkara konstitusi.


Dalam berkas permohonannya, Zico mengisahkan pengalamannya digugat oleh salah satu pengelola ojek daring tahun 2019. Kasus tersebut bermula ketika dirinya mengikuti challenge (tantangan) yang diadakan pengelola ojek daring itu dan berhasil menyelesaikannya. Janji reward (hadiah) senilai Rp 1 juta jika berhasil menyelesaikan tantangan tidak diberikan. Didampingi advokat David Tobing, ia menggugat hal itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut diliput oleh media, di mana media pun berusaha mengonfirmasi pihak pengelola ojek daring tersebut.

Sehari setelah memasukkan gugatan, pihak pengelola ojek daring tiba-tiba

 memberikan reward ke akun Zico. Gugatan Zico akhirnya diputus hakim tidak dapat diterima karena sengketa antara konsumen dan pengelola ojek daring seharusnya diselesaikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Kasus tersebut tidak berhenti di situ saja sebab pengelola ojek daring pada Februari 2020 menggugat Zico atas dugaan pencemaran nama baik ke PN Jakarta Barat. Gugatan itu ditolak di tingkat pertama dan banding, hingga kasasi.


Sebelumnya pemohon tidak merasa khawatir jika pengelola ojek daring menempuh jalur pidana, melaporkan dirinya ke kepolisian, dengan menggunakan pasal-pasal pencemaran nama baik yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Traksasi Elektronik. Sebab, ada Surat Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU ITE.


SKB tersebut menyebutkan, bukan delik penghinaan atau pencemaran nama baik di dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE jika muatan atau konten yang ditransmisikan atau didistribusikan tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan.


Dalam permohonannya, pemohon mengakui bahwa ketentuan di dalam Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE bermasalah dan multitafsir. Untuk mengatasi permasalahan ketidakjelasan norma tersebut, diterbitkanlah SKB UU ITE yang menyediakan titik cerah bagi pemindanaan pencemaran nama baik.


Namun, dengan dicabutnya Pasal 27 Ayat (3) UU ITE oleh KUHP baru dan pengacuannya diganti dengan Pasal 441 KUHP, pemohon khawatir potensi dipidanakan oleh pengelola ojek daring menjadi terbuka. SKB UU ITE menjadi tidak berlaku.


”Pemohon tidak mendapatkan perlindungan hukum yang adil, karena pemohon berpotensi dilaporkan ke polisi, harus menghadapi panggilan polisi, harus diperiksa polisi, padahal pemohon tidak salah apa pun,” demikian bunyi berkas permohonan.


Adapun Pasal 441 KUHP mengatur, ketentuan pidana pada Pasal 433 hingga 449 (pasal-pasal penghinaan) dapat ditambahi sepertiga jika dilakukan dengan sarana teknologi informasi.


Pemohon menyayangkan bahwa KUHP baru hanya menegaskan bahwa yang tidak bisa dipidana dengan pencemaran nama baik hanya apabila dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.


Untuk menjamin perlindungan hukum yang adil, ia meminta MK menambahkan ketentuan di dalam Pasal 433 dan 434 KUHP baru, yakni tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum, terpaksa membela diri, atau merupakan penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan.


Pada awal Desember lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyampaikan, pemerintah mempersilakan jika ada yang akan menggugat pasal-pasal di KUHP baru lewat pengujian materi di MK. Hal itu mengingat masih banyak pihak yang berbeda pendapat terkait dengan sejumlah norma di dalam RKUHP.


”Masukan itu banyak yang diakomodasi. Bahwa ada yang akhirnya beda persepsi, ya, enggak mungkinlah kita semua bisa menyetujui 100 persen. Belum ada undang-undang yang seperti itu,” ujar Yasonna.


Sumber: Kompas.id

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال