Tentu kita patut bertanya, mengapa tidak ada yang merespon: tidak dianggap penting, lupa, atau karena yang lain. Yang pasti diskusi formal dalam suatu instansi memang sering bersifat formalistis. Para peserta tidak bisa maksimal mengekplorasi penegetahuan akademik karena beberapa hal. Faktor senioritas dan struktural sering berpengaruh kepada peserta. Yang merasa yunior sering lebih memilih menahan diri dengan alasan “ewuh pakewuh”. Yang juga lebih penting, kedatangan para peserta dalam forum diskusi sering tidak dibarengi dengan sejumlah referensi khusus, apalagi harus merespon aneka topik-topik materi diskusi serial, yang sering tidak fokus pada satu persoalan. Peserta diskusi sering hanya datang dengan modal pengetahuan berupa ingatan yang masih tersisa di kepala.
Berikut disajikan pembahasan seputar PMH dalam Hukum Perdata yang dirangkum dari berbagai sumber.[1]
Tetang Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Dalam konteks hukum perdata, PMH dikenal dengan istilah onrechtmatige daad. Salah satu pasal penting mengatur PMH adalah Pasal 1365 KUH Perdata. Menurut pasal ini PMH diberi pengertian sebagai berikut:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Menurut Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum, bahwa dalam menentukan suatu perbuatan sehingga dapat dikualifisikan sebagai PMH, diperlukan 4 syarat:
- Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
- Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
- Bertentangan dengan kesusilaan;
- Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, sebagaimana dikutip oleh Rosa Agustina, menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi, antara lain:
- Harus ada perbuatan, baik positif (berbuat) maupun negatif (tidak berbuat);
- Perbuatan itu harus melawan hukum;
- Ada kerugian;
- Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
- Ada kesalahan.
Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Pidana
Sebagaimana diketahui, bahwa secara garis besar dikenal dengan 2 bidang hukum, yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Ternyata pada kedua bidang hukum tersebut, sama-sama dikenal PMH. Berbeda dengan istilah onrechtmatige daad yang digunakan untuk menyebutkan suatu perbuatan melawan hukum perdata, pada hukum pidana, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah wederrechtelijk.
Menurut Satochid Kartanegara, “melawan hukum” (wederrechtelijk) dalam hukum pidana dibedakan menjadi:
Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Wederrechtelijk materiil, yaitu sesuatu perbuatan yang “mungkin” bersifat wederrechtelijk, walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum (algemen beginsel).
Lebih lanjut, Schaffmeister, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia berpendapat bahwa “melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik disebut sebagai “melawan hukum secara khusus” (contoh Pasal 372 KUHP), sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana disebut sebagai “melawan hukum secara umum” (contoh Pasal 351 KUHP).
Pendapat dari Schaffmeister ini benar-benar diterapkan dalam hukum positif di Indonesia, contohnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum, sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan hukum”.
Perbedaan PMH dalam Hukum Pidana dan Perdata
Perbedaan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum pidana dengan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum perdata lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat hukum pidana yang bersifat publik dan hukum perdata yang bersifat privat.
Menurut Munir Fuady dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer) yang menyatakan:
Hanya saja yang membedakan antara perbuatan (melawan hukum) pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hukum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.
Perbedaan Antara Wanprestasi dan PMH
Suatu hal penting yang sering membuat kekaburan pemahaman masyarakat ialah ketika harus membedakan wanprestasi dan PMH. Dalam praktik keduanya (wanprestasi dan perbuatan melawan hukum) memang sulit sulit sulit dibedakan. Kesulitan ini pula yang menyebabkan penggugat keliru dalam mengajukan gugatannya. Untuk membedakan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum maka perlu menelaah kedua hal tersebut.
Secara ringkas perbedaan wanprestasi dengan PMH dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pasal yang mengatur keduanya Wanprestasi diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata sedangkan diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Menurut pasal 1234 KUHPerdata, wanprestasi yaitu “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetapi lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Sedangkan terkait perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu: ”Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Biasanya seseorang dikatakan wanprestasi jika melanggar suatu perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum jika perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain atau dengan kewajiban hukumnya sendiri atau bertentangan dengan kesusilaan.
Dalam gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat selain membuktikan adanya kesalahan yang dilakukan debitur, harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum. tetapi dalam gugatan wanprestasi, penggugat hanya menunjukan adanya perjanjian yang dilanggar.
Dalam gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian kepada keadaan semula tapi dalam gugatan wanprestasi tidak dapat diajukan tuntutan tersebut.
Hak menuntut ganti rugi dalam wanrpestasi “perlu adanya somasi”, sedangkan dalam perbuatan melawan hukum “tidak perlu somasi” karena ketika terjadi PMH maka pihak yang dirugikan langsung dapat menuntut ganti rugi.
Sumber : PTA Jaya pura