INDOMETRO Law Office

Penghapusan Pasal Ujaran Kebencian di UU ITE dan Pengaturannya dalam KUHP Baru


SELAIN ketentuan tentang pencemaran nama baik yang telah saya tulis dalam kolom ini terdapat cukup banyak ketentuan tentang cybercrime Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lainnya yang dicabut kemudian direformulasi, dan diadopsi menjadi bagian dari pasal-pasal kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. 


Tulisan ini akan membahas pasal-pasal tentang ujaran kebencian yang dicabut dari UU ITE dan pasal-pasal penggantinya dalam UU KUHP Baru. UU ITE merujuk pada UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( ITE) dan UU KUHP yang baru merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). UU KUHP yang baru telah diundangkan pada 2 Januari 2023, dan akan mulai berlaku efektif setelah masa transisi tiga tahun, terhitung sejak tanggal diundangkan.


Dikodifikasinya materi muatan cybercrime tentang ujaran kebencian secara virtual, yang saat ini diatur dalam UU ITE ke dalam KUHP baru, merupakan sebuah perkembangan menarik cyberlaw Indonesia, khususnya sub bidang cybercrime. Integrasi kodifikatif materi muatan cybercrime ke dalam KUHP baru, dalam beberapa hal, akan membuat makna dan penafsiran pasal dimaksud menjadi inheren, dan tidak terlepas dari konteks sistemik KUHP baru itu secara komprehensif. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap implementasi dan penegakan hukumnya nanti.



Pasal yang Dicabut dan Penggantinya Berikut adalah pasal-pasal tentang ujaran kebencian UU ITE yang dicabut, dinyatakan tidak berlaku, dan pasal-pasal penggantinya dalam UU KUHP yang baru.



Pertama, ketentuan UU ITE terkait ujaran kebencian, permusuhan dan SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan), terdapat pada Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2). Pasal 28 ayat (2) berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”. Pasal 28 ayat (2) ini tidak bisa dilepaskan dari Pasal 45A ayat (2) UU ITE yang mengatur sanksi pidananya. Terkait delik ujaran kebencian, UU ITE memang membagi dua bagian ketentuan.



Pasal terkait perbuatan yang dilarang di satu bagian, dan ketentuan tentang sanksi pidana di bagian lainnya. Pasal 45A ayat (2) UU ITE berbunyi: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. 



Ketentuan yang terdapat pada Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE dinyatakan dicabut oleh UU KUHP yang baru. Pasal itu kemudian diganti dan direformulasi menjadi Pasal 243 ayat (1) jo ayat (2) UU KUHP baru yang berbunyi: Pasal 243 ayat (1): 



“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”.




sumber: Kompas
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

Iklan


Iklan

نموذج الاتصال