Hak untuk memperoleh bantuan hukum gratis secara khusus diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Menurut undang-undang ini, penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan perumahan. Sementara itu, pemberi bantuan hukum gratis adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan undang-undang.
Perkara yang dapat Diberikan Bantuan Hukum Gratis Bantuan hukum secara gratis diberikan untuk membantu penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi penerima bantuan hukum. Menurut UU Nomor 16 Tahun 2011, bantuan hukum yang dapat diberikan meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara, baik litigasi maupun nonlitigasi. Litigasi merupakan penanganan perkara melalui jalur pengadilan. Sementara non-litigasi adalah penanganan perkara melalui jalur di luar pengadilan.
Bantuan hukum cuma-cuma yang diberikan negara meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, pemberian bantuan hukum secara litigasi dilakukan dengan cara: pendampingan atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan, serta dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau pendampingan atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pemberi bantuan hukum bertanggung jawab menyelesaikan perkara pada setiap tahapan proses beracara.
Tahapan proses beracara yang dimaksud merupakan tahapan penanganan perkara dalam: kasus pidana, meliputi penyidikan serta persidangan di pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan kasus tata usaha negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.
Sementara itu, pemberian bantuan hukum secara non-litigasi meliputi kegiatan: penyuluhan hukum; konsultasi hukum; investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik; penelitian hukum; mediasi; negosiasi; pemberdayaan masyarakat; pendampingan di luar pengadilan; dan/atau drafting dokumen hukum. Pemberi bantuan hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani.
Pemberi bantuan hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang ditangani akan dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Referensi: UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum
Sumber: Kompas