Sidratahta yang dosen Universitas Kristen Indonesia mengatakan, di masyarakat ada persepsi bahwa tentara bisa menjadi penjaga keamanan semacam satpam, di luar tugas utamanya. Belakangan ini, hal yang ilegal dan salah itu malah ingin dibenarkan pemerintah, seperti prajurit TNI ditugaskan menjaga kereta, lembaga pemasyarakatan, dan pengganti satpol PP. "Tentara tidak bisa jadi aparat penegak hukum.
Ancaman dalam negeri itu ancaman hukum. Kalau dari luar itu ancaman kedaulatan," kata Agus Widjojo. Ia mengatakan, sejak hari pertama direkrut, prajurit TNI tidak didesain untuk menjadi penegak hukum. Mereka segera dilatih fisik dan menembak untuk membunuh musuh. Hal ini terkait tugas utamanya, yaitu mempertahankan kedaulatan bangsa dari serangan militer yang hendak mengancam RI. "Coba lihat Kodam Jaya, prajuritnya, kan, dilatih menembak dan lari. Bukan baca buku-buku hukum," kata Agus Widjojo saat peluncuran buku yang dilaksanakan di UKI, Cawang.
Hadir dalam acara itu Dirut PT Pindad Silmy Karim, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Burhan Magenda, Rektor Universitas Mercu Buana Arissetyanto Nugroho, dan dosen Fakultas Sastra UKI, Setia Bangun. Burhan mengatakan, TNI memiliki sumber daya manusia yang bagus. Oleh karena itu, saat prajurit TNI pensiun bisa digunakan oleh instansi lain.
Tugas-tugas sipil TNI juga sudah diatur dalam UU No 34/2004 tentang TNI. Wacana dalam diskusi itu sudah sejalan dengan sikap pemerintah, seperti disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla menegaskan, prajurit TNI yang masih aktif tidak bisa bertugas di KPK, baik sebagai penyidik maupun di sekretariat jenderal. Penegasan itu sesuai ketentuan UU No 3/2010 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU TNI. Hal itu disampaikan Wapres menanggapi wacana tentang prajurit TNI berkiprah di KPK. "Undang-undangnya berbunyi, penyidik itu berasal dari polisi dan kejaksaan, bukan dari TNI," kata Wapres di Istana Wapres, Jakarta, 8 Mei lalu (Kompas, 9/5). (EDN)
sumber: Kompas