Asas-Asas Jaminan



Pengertian Jaminan

Menurut Salim HS dalam buku Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (hal. 1 dan 23) istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya, di samping bertanggung jawab secara umum debitur terhadap barang-barangnya.


Adapun, menurut Hartono Hadisaputro sebagaimana dikutip Hasbullah dan Frieda Husni dalam buku Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan (hal. 5-6), menyatakan bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.


Macam-macam Jaminan

Hasbullah dan Frieda Husni dalam buku yang sama (hal. 8), membedakan jaminan menjadi dua, yaitu jaminan umum yang tercermin dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan jaminan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata.


  1. Jaminan Umum

Dalam jaminan yang bersifat umum, semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur lain. Artinya, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur-kreditur lain.


Kemudian, pelunasan utangnya juga dibagi secara seimbang berdasarkan besar kecilnya jumlah tagihan masing-masing kreditur dibandingkan dengan jumlah keseluruhan utang debitur.


Menurut Rachmadi Usman dalam buku Aspek – Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (hal. 287-288) hal tersebut menunjukan kedudukan para kreditur ditentukan oleh jenis jaminan yang dipegangnya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur.


  1. Jaminan Khusus

Jaminan khusus timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara keditur dan debitur yang dapat bersifat jaminan kebendaan ataupun yang bersifat perorangan.


Jaminan khusus diadakan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada jaminan umum. Untuk itu, kreditur memerlukan adanya benda-benda tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan piutangnya dan itu hanya berlaku bagi kreditur tersebut.


Menurut Salim HS, kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lain. Pasal 1132 KUH Perdata memberikan kemungkinan pengecualian adanya kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, yaitu pemegang hak privilege, gadai, dan hipotek.


Sifat Perjanjian Jaminan

Jaminan dapat terlaksana dengan adanya suatu perjanjian. Perjanjian jaminan bersifat accesoir, yaitu perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya. Perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam atau utang piutang yang diikuti dengan perjanjian tambahan sebagai jaminan.

Sifat accesoir dari hak jaminan dapat menimbulkan akibat hukum sebagai berikut:

  1. Adanya dan hapusnya perjanjian tambahan tergantung pada perjanjian pokok.
  2. Jika perjanjian pokoknya batal, maka perjanjian tambahan juga batal.
  3. Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian tambahan juga beralih.

Asas-asas Hukum Jaminan

Menurut Salim HS dalam buku Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (hal. 9) terdapat beberapa macam asas-asas hukum jaminan beserta contoh asas-asas hukum jaminan antara lain:

  1. Asas Publiciteit

Asas yang mengartikan segala hak, termasuk hak tanggungan, hipotek serta hak fidusia wajib didaftarkan. Tujuan dari adanya pendaftaran ini adalah agar pihak ketiga bisa mengetahui jika benda yang dijaminkan itu masih diberikan pembebanan jaminan.


Contohnya adalah pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional kabupaten/kota, pendaftaran fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, dan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar.


  1. Asas Specialiteit

Asas yang berarti jika hak fidusia, hak tanggungan, serta hipotek hanyalah bisa diberikan beban atas benda-benda yang telah didaftarkan atas nama seseorang. Misalnya seseorang dengan nama Ali telah didaftarkan dengan jaminan fidusia atas sepeda motor yang dimilikinya pada perusahaan leasing XYZ. Hal yang harus diketahui atas keadaan tersebut adalah, pihak leasing XYZ menerima jaminan fidusia tersebut dikarenakan nama yang melekat pada sepeda motor tersebut bernama Ali.


Menurut Dwi Tatak Subagiyo dalam buku Hukum Jaminan dalam Perspektif Undang-Undang Jaminan Fidusia (Suatu Pengantar) (hal. 180) asas specialiteit dapat diartikan sebagai suatu asas yang menghendaki bahwa hipotek hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus, yaitu benda-benda tidak bergerak yang mana terikat sebagai tanggungan. Misalnya: benda-benda yang dihipotekkan itu berwujud apa, di mana letaknya, berapa luasnya/besarnya, perbatasannya.


  1. Asas Tidak Dapat Dibagi-Bagi

Merupakan asas yang berarti bahwa dapat dibaginya utang tidak mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. Contohnya, benda yang telah dijaminkan dengan fidusia, tidak dapat dilakukan penjaminan pada waktu yang bersamaan dengan penjaminan yang lainnya, seperti hipotek atau hak tanggungan.


Ketika dihubungkan dengan keberadaan hak tanggungan, maka asas dapat dibagi-bagi (ondeelbaarheid) atau tidak dapat dipisah-pisahkan (onsplitsbaarheid) dapat diartikan bahwa hak tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungan dan setiap bagian daripadanya.


Rachmadi Usman dalam buku Hukum Jaminan Keperdataan  (hal. 340) menyatakan apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin dengan hak tanggungan tidak berarti terbebasnya sebagian objek hak tanggungan dari beban hak tanggungan, melainkan hak tanggungan tetap membebani seluruh objek hak tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Maka dari itu, pelunasan sebagian dari utang yang bersangkutan tidak menyebabkan terbebasnya dari sebagian objek hak tanggungan.


Sifat yang tidak dapat dibagi-bagi ini telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU HT, namun hal tersebut dapat disimpangi sepanjang mengenai hal yang bersangkutan diperjanjikan secara tegas oleh para pihak yang dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Dapat disimpanginya sifat tersebut diatur pula dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU HT.


  1. Asas Inbezitstelling

Asas ini bermakna bahwa barang yang digunakan sebagai jaminan (gadai) harus ada pada penerima gadai. Contohnya, ketika menggadaikan emas di pegadaian, maka emas yang digadaikan tersebut posisinya berada di tempat pegadaian.


Salim HS menerangkan bahwa dalam asas ini mensyaratkan kekuasaan atas bendanya harus pindah atau berada pada pemegang gadai, sebagaimana diatur di dalam Pasal 1152 KUH Perdata.


Lebih lanjut, Salim HS menerangkan bahwa gadai sesuai dengan rumusan dalam Pasal 1150 KUH Perdata merupakan bentuk jaminan terhadap benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud.Gadai berfungsi sebagai sarana agar kreditur memperoleh rasa aman dan keyakinan bahwa adanya jaminan yang lebih baik atas piutangnya, serta sebagai sarana untuk mengambil pelunasan atas suatu utang, apabila debitur wanprestasi.


Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait gadai, salah satunya bahwa benda yang menjadi objek gadai harus lepas dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Apabila objek gadai tersebut tidak berada pada kekuasaan penerima gadai atau kreditur, maka menurut Pasal 1152 KUH Perdata, gadai atas benda tersebut telah hapus. Konsep tersebut dikenal juga dengan istilah inbezitstelling (bersifat riil, harus diserahkan kepada kekuasaan kreditur).


  1. Asas Horizontal

Asas yang menyatakan bahwa bangunan dan tanah bukanlah satu kesatuan. Sehingga hak jaminan atas tanah tidak serta merta mencakup bangunan yang ada di atasnya.


Artinya, terdapat pemisahan secara horizontal antara kepemilikan tanah dengan kepemilikan bangunan yang ada diatasnya, dimana tanahnya merupakan milik pemilik tanah dan bangunannya milik si penyewa tanah selaku orang yang mendirikan bangunan tersebut.


Ketika seseorang mendirikan bangunan di atas tanah dan telah menempatinya selama bertahun-tahun, ketika ada sengketa atas tanah tersebut dan ia kalah, maka ia harus melaksanakan putusan dengan menyerahkan tanah sengketa.


Asas pemisahan horizontal bukan hanya dalam konteks terpisahnya pemegang hak milik atas benda bukan tanah di atas tanah hak milik orang lain, tetapi diartikan juga bahwa subjek hukum pemegang hak milik atas benda di atas tanah berbeda dengan subjek hukum pemegang hak milik atas tanah yang bersangkutan, di mana keberadaan benda di atas tanah hak milik memiliki jangka waktu yang jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kesepakatan.



Sumber : Hukum Online

ORDER VIA CHAT

Produk : Asas-Asas Jaminan

Harga :

https://www.indometro.org/2025/02/asas-asas-jaminan.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi