Definisi, Dasar Hukum dan Cara Mengatasi Masalah dengan AI



Pada masa modern ini, kita dikejutkan dengan perkembangan pesat AI  (Artificial Intelligence  atau kecerdasan buatan) pada bidang visualisasi gambar. AI dengan kecanggihannya dapat menghasilkan  (generate)  sebuah perintah  (prompt)  untuk mengganti wajah di dalam gambar dengan wajah yang lainnya. Perkembangan ini tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif. Penggunaan wajah yang digantikan menggunakan AI, dalam hal ini adalah  deepfake,  dapat berbenturan dengan hukum yang ada. Seseorang dapat dengan bebas menggunakan fitur AI dengan mengganti wajah orang lain tanpa izin untuk memuaskan dirinya atau untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya. Hal ini menjadi tantangan baru di tengah kemajuan teknologi dan karenanya mari kita pelajari apa itu  deepfake,  dasar hukum mengenai tindakan ini, dan apa yang bisa kita lakukan jika kita menjadi orang yang wajahnya digunakan dalam  deepfake.


Apa itu  Deepfake?

Menurut Cambridge Dictionary , deepfake  adalah “rekaman video atau suara yang menggantikan wajah atau suara seseorang dengan wajah atau suara orang lain, sehingga tampak nyata.” Dalam konteks kekerasan berbasis gender online (KBGO), tindakan ini mengacu pada gambar yang dimanipulasi secara digital yang menampilkan wajah yang nyata dan dapat dikenal, kemudian ditempelkan pada tubuh orang lain yang melakukan aktivitas seksual secara eksplisit. Penting untuk dicatat bahwa gambar yang diubah berbeda dari pornografi tradisional, karena gambar tersebut tidak menggambarkan aktivitas seksual yang sebenarnya, tetapi masih menyebabkan kerugian yang signifikan terhadap orang yang dijelaskan.  


Dampak dari  Deepfake

Deepfake  memiliki dampak yang serius jika tindakan tersebut dilakukan. Dampak tersebut antara lain adalah:


· Korban  deepfake  menjadi sasaran kebencian. Jika orang lain menganggap hasil  deepfake  nyata, mereka dapat menyerang korban secara tatap muka atau  online.  Padahal, korban tidak pernah melakukan tindakan dalam gambar  deepfake  dan tidak pernah memberikan izin kepada pembuat gambar  deepfake  tersebut untuk menggunakan wajahnya.


· Jika gambar  deepfake  melibatkan pornografi, reputasi korban dapat hancur karena masyarakat memperkirakan batas normal. Korban juga dapat menjadi sasaran bentuk kekerasan seksual lainnya, seperti memperoleh komentar-komentar yang berbau seksual tanpa persetujuan/izinnya.


· Jika digunakan sebagai alat propaganda dalam dunia politik,  deepfake  dapat menjatuhkan reputasi tokoh politik tertentu dengan menyebarkan berita palsu (hoaks).


· Semua dampak di atas dapat membuat korban merasakan kerugian psikologis (cemas, takut, depresi), kerugian sosial (merasa terasingkan dari orang-orang di sekitarnya), dan kerugian ekonomi (kehilangan pekerjaan). Kepercayaan korban  deepfake  dalam menggunakan teknologi digital juga akan menurun atau menghilang.


Dasar Hukum Tindakan Deepfake

Tindakan mengenai  deepfake , yang dalam hal ini mengganti wajah orang sehingga tampak nyata, diatur dalam pasal 35 UU ITE yang berbunyi sebagai berikut:
” Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghapusanan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik .”



Yang dimaksud dengan  informasi elektronik  dalam pasal ini adalah satu atau sekelompok data, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rencana, foto,  Electronic Data Interchange  (“EDI”), surat elektronik  (Electronic mail) , telegram, teleks,  telecopy  atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”))  


Tindakan ini diancam dengan hukuman pidana dengan penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) berdasarkan pasal 51 UU ITE.


Penggunaan wajah dan suara dalam  deepfake  juga dapat menimbulkan masalah. Pasalnya, wajah dan suara seseorang tergolong dalam data pribadi dan dilindungi oleh undang-undang. Jika data ini digunakan untuk keuntungan pribadi dan tanpa izin pemilik data, pelaku dapat memperoleh sanksi yang berat. Hal ini diatur dalam Pasal 66 Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang berbunyi:

“Setiap Orang dilarang membuat Data Pribadi palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.”


Sanksi bagi tindakan hukum ini diatur dalam Ketentuan Pasal 68 UU PDP:

“… seperti yang dimaksud dalam Pasal 66. dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”


Lebih lanjut, konten  deepfake  yang dilakukan untuk tujuan konten pornografi dapat dikenakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 UU Pornografi dan dapat dikenakan sanksi paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar (Pasal 29 UU Pornografi). Konten  deepfake  pornografi juga melanggar Pasal 407 UU No.1/2023 atau KUHP baru yang mulai berlaku pada tahun 2026. Sanksi dari pasal tersebut adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar (Pasal 79 ayat (1) KUHP Baru).


Langkah Yang Dapat Dilakukan

Deepfake  merupakan tindakan yang tidak dapat dicegah atau dihentikan karena adanya kebebasan penggunaan teknologi. Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemungkinan  terjadinya deepfake  :

·Edukasi mengenai penggunaan teknologi digital secara terus menerus sehingga masyarakat memiliki pemahaman dalam menggunakan kemajuan teknologi tersebut. Dalam konteks  deepfake,  individu diharapkan tidak menggunakan data pribadi orang lain (seperti wajah dan suara) yang bukan merupakan haknya untuk digunakan sebagai sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri.


· Membentengi diri dengan mengambil tindakan secara bijak dan berhati-hati dalam setiap tindakan yang dilakukannya di internet. Misalnya, seseorang dapat menggunakan fitur privasi akun agar orang dapat mengakses informasi pribadinya terseleksi.


· Kemajuan teknologi dapat digunakan secara positif apabila terdapat persetujuan dari pemilik data pribadi dan tujuan dari konten tersebut adalah untuk tujuan yang baik.


Sumber : Bullyid.org

ORDER VIA CHAT

Produk : Definisi, Dasar Hukum dan Cara Mengatasi Masalah dengan AI

Harga :

https://www.indometro.org/2025/02/definisi-dasar-hukum-dan-cara-mengatasi.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi