Kompensasi Hak Ganti Rugi dalam Perspektif Hukum


Pasal 1 angka 22 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP


Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.


Pasal 95


(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.


(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.


(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.


(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.


(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

Pasal 96


(1) Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Rehabilitasi


Pasal 1 angka 23 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP


Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Pasal 97


(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


(3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.


(4) Seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


(5) Rehabilitasi karena terdakwa dibebaskan, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam putusan wajib dicantumkan rehabilitasi dengan rumusan sebagai berikut: "Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya."



PERLAWANAN PIHAK KETIGA (Derden Verzet)

  1. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi atau sita jaminan tidak hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, tetapi juga dapat didasarkan pada hak-hak lainnya, seperti hak pakai, HGB, HGU, hak tanggungan, hak sewa, dan lain-lain.
  2. Pemegang hak harus dilindungi dari suatu (sita) eksekusi dimana pemegang hak tersebut bukan sebagai pihak dalam perkara antara lain pemegang hak pakai. hak guna bangunan, hak tanggungan, hak sewa dan lain-lain.
  3. Pemegang hak tanggungan, apabila tanah dan rumah yang dijaminkan kepadanya dengan hak tanggungan disita, berdasarkan klausula yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturnya langsung dapat minta eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala PUPN.
  4. Dalam perlawanan pihak ketiga tersebut pelawan harus dapat membuktikan bahwa ia mempunyai alas hak atas barang yang disita dan apabila ia berhasil membuktikan, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Apabila pelawan tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita maka pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan.
  5. Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh istri atau suami terhadap harta bersama yang disita, tidak dibenarkan karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang istri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang harus ditanggung bersama.
  6. Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau istri maka istri atau suami dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga dan perlawanannya dapat diterima, kecuali :
    1. Suami istri tersebut menikah berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan.
    2. Suami atau istri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian hutang, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
  7. Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi.
  8. Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas terbukti bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan. Harus diperhatikan apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama pelawan, karena ada kemungkinan tanah atau mobil itu diperoleh oleh pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan barang tersebut tidak sah.
  9. Terhadap perkara perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri, karena laparon tersebut diperlukan oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenai diteruskan atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpinnya.
  10. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg, atau Rv. Dalam praktek menurut yurisprudensi putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962 No. 306 K/Sip/1962 dalam perkara : CV Sallas dkk melawan PT. Indonesian Far Eastern Pasific Line, dinyatakan bahwa meskipun mengenai perlawanan terhadap pensitaan conservatoir tidak diatur secara khusus dalam HIR, menurut yurisprudensi perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selalu pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir, ini belum disahkan (van waarde verklaard). Lihat putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962 No. 306 K/Sip/1962, dalam Rangkuman Yurisprudensi II halaman 370).


ORDER VIA CHAT

Produk : Kompensasi Hak Ganti Rugi dalam Perspektif Hukum

Harga :

https://www.indometro.org/2025/02/kompensasi-hak-ganti-rugi-dalam.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi