Regulasi dan Praktik Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia
Pengadaan Barang/Jasa merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan hingga serah terima hasil pekerjaan. Terdapat sejumlah regulasi yang mengatur pengadaan barang/jasa di Indonesia.
“Di Indonesia, kegiatan pengadaan barang/jasa diatur oleh berbagai regulasi yang terus diperbaharui menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan,” ujar Partner GHP Law Firm, Mochamad Fajar Syamsualdi, dalam Workshop Hukumonline bertajuk “Menguasai Praktik dan Kepatuhan Hukum dalam Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa bagi Perusahaan”, Kamis (11/7/2024) di Jakarta.
Beberapa diantaranya UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah yang diubah melalui Perpres No. 12 Tahun 2021, sampai dengan sejumlah Peraturan Menteri dan Peraturan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
Ia melanjutkan terdapat perbandingan yang cukup kontras dalam praktik pengadaan barang/jasa antara sektor pemerintah, swasta, dan BUMN. Untuk sektor pemerintah umumnya dikatakan Fajar masih sangat ketat dan diatur peraturan perundang-undangan dengan proses pengadaan yang biasa melibatkan tender terbuka atau terbatas.
Berbeda dengan sektor swasta yang lebih fleksibel dengan aturannya berasal dari kebijakan internal perusahaan. Proses pengadaannya sendiri dapat berlangsung lebih cepat dan fleksibel mempergunakan tender terbuka. Sektor swasta akan lebih berfokus pada efisiensi biaya, kualitas, dan waktu.
Lain lagi dengan BUMN, menurutnya dalam pengadaan barang/jasa mempunyai fleksibilitas macam sektor swasta dengan tetap tunduk pada prinsip pengadaan yang diatur pemerintah. Untuk proses pengadaan, BUMN mempergunakan kombinasi antara pengadaan sektor pemerintah dan swasta, dimana terdapat regulasi yang mengharuskan proses tender, tapi ada pula yang memungkinkan negosiasi langsung.
“Dari itu semua bisa ditarik kesimpulan, untuk sektor pemerintah diatur dalam berbagai regulasi (pada akhirnya) menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, kompetisi yang sehat, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sementara swasta lebih fleksibel dan BUMN menggabungkan keduanya dengan tetap efisien, profitabilitas, transparan, dan akuntabel,” kata dia.
6 jenis kontrak pengadaan
Ia menerangkan untuk kontrak pengadaan terbagi dalam 6 jenis. Pertama, kontrak lump sum dimana harga tetap dan tidak berubah selama pelaksanaan kontrak. Kedua, kontrak harga satuan yang mengacu pada satuan pekerjaan. Ketiga, kontrak gabungan lump sum dan harga satuan.
Keempat, kontrak turnkey yang berarti penyedia barang/jasa memiliki tanggung jawab terhadap seluruh aspek pekerjaan sampai siap dipergunakan. Kelima, kontrak cost plus fee yakni pembayaran berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan ditambah keuntungan yang sebelumnya sudah disepakati. Terakhir, keenam, framework agreement yang mana perjanjian menetapkan syarat dan ketentuan kontrak masa mendatang yang hendak dilakukan pada periode tertentu.
“Untuk anatomi kontrak diawali dengan pendahuluan yang isinya identitas para pihak, latar belakang perjanjian, definisi dan istilah yang digunakan. Kemudian klausul utama yang memuat lingkup pekerjaan, harga kontrak dan cara pembayaran, hingga jadwal pelaksanaan pekerjaan. Lalu kewajiban dan tanggung jawab, manajemen risiko, perubahan dan pengakhiran, penyelesaian sengketa. Terakhir ketentuan penutup yang memuat hukum yang berlaku dan ketentuan lain yang dianggap perlu oleh para pihak.”
Penyusunan kontrak antara lain terdiri atas 4 segmen yakni identifikasi kebutuhan, penyusunan dokumen pengadaan, penyusunan syarat dan ketentuan, lalu negosiasi dan finalisasi. Tentunya dalam penyusunan kontrak yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat keabsahan kontrak menurut KUHPerdata yakni adanya kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, objek yang jelas, dan sebab yang halal.
Dalam pelaksanaan kontrak tentu para pihak akan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan dan melakukan pembayaran sebagaimana ketentuan yang disepakati dalam kontrak. Tak jarang, terjadi perubahan kontrak karena adanya perubahan lingkup kerja, harga atau watu pelaksanaan. Pada kondisi tertentu, kontrak dapat diakhiri tentunya mengacu pada klausul pada kontrak termasuk sanksi dan kompensasi jika ada.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah RI (LKPP) Setya Budi Arijanta menuturkan ketika terjadi kegagalan pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa, maka dapat menempuh penyelesaian sengketa kontrak. Misalnya, melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak, arbitrase, Dewan Sengketa Konstruksi, atau penyelesaian melalui pengadilan.
Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP RI Setya Budi Arijanta.
“Yang orang ketahui sengketa itu bisa ditempuh melalui 2 jalur penyelesaian yakni melalui pengadilan dan ada UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi). Kalau arbitrase dikenal BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), di LKPP juga ada “BANI”-nya Pengadaan. Jadi ini pilihan (mekanisme penyelesaian sengketa pengadaan yang timbul), tentu ditulis dalam perjanjian atau kontraknya (dalam klausul penyelesaian sengketa, red),” kata Setya.
Sumber : Hukum Online
Diskusi