Potensi Keterkaitan Trading Ilegal dengan Tindak Pidana Pencucian Uang
Izin Pialang Berjangka
Ketentuan mengenai pialang berjangka atau yang lazim disebut broker terdapat pada Pasal 31 ayat (1) UU 32/1997:
Kegiatan usaha sebagai Pialang Berjangka hanya dapat dilakukan oleh Anggota Bursa Berjangka yang berbentuk perseroan terbatas yang telah memperoleh izin usaha Pialang Berjangka dari Bappebti.
Pelanggaran atas ketentuan a quo merupakan perbuatan pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 71 ayat (1) UU 10/2011, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 19 tahun, dan denda paling sedikit Rp10 miliar dan paling banyak Rp20 miliar.
Pialang berjangka (broker) yang dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas tidak membedakan apakah broker lokal atau asing, sehingga sepanjang tidak memperoleh izin dari Bappebti, maka dapat dipidana.
Kemudian menjawab pertanyaan Anda, apakah trader dapat dipidana jika menggunakan broker asing yang tidak memiliki izin di Indonesia? Sepanjang penelusuran kami, tidak ada sanksi hukum bagi investor (trader) yang menggunakan broker asing yang tidak berizin, sekalipun broker ilegal.
Tetapi, harus dipahami bahwa uang yang diinvestasikan tersebut tidak dijamin oleh pemerintah Indonesia, sehingga jika terjadi penipuan, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab hukum investor (trader).
Trading Ilegal Terjerat Pencucian Uang, Mungkinkah?
Ketentuan mengenai pencucian uang tersebut dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1) UU 8/2010. Secara teoretis, Pasal 3 dan Pasal 4 UU 8/2010 disebut sebagai pencucian uang aktif, sedangkan Pasal 5 ayat (1) UU 8/2010 disebut sebagai pencucian uang pasif.
Jika diperhatikan ketiga ketentuan a quo bergantung pada Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010, artinya jika tidak terbukti perbuatan yang dilakukan merupakan hasil tindak pidana asal (predicate crime) yang tersebut dalam Pasal 2 ayat (1), maka tidak mungkin terjadi tindak pidana pencucian uang, tegasnya tidak mungkin ada pencucian uang yang merupakan derivative crime jika tidak terdapat predicate crime (tindak pidana asal).
Adapun Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010 menyebutkan:
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
- korupsi;
- penyuapan;
- narkotika;
- psikotropika;
- penyelundupan tenaga kerja;
- penyelundupan migran;
- di bidang perbankan;
- di bidang pasar modal;
- di bidang perasuransian;
- kepabeanan;
- cukai;
- perdagangan orang;
- perdagangan senjata gelap;
- terorisme;
- penculikan;
- pencurian;
- penggelapan;
- penipuan;
- pemalsuan uang;
- perjudian;
- prostitusi;
- di bidang perpajakan;
- di bidang kehutanan;
- di bidang lingkungan hidup;
- di bidang kelautan dan perikanan; atau
- tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Sehingga, trader sangat mungkin dapat terjerat pencucian uang jika perbuatan yang dilakukan memenuhi bestandeel dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) UU 8/2010. Artinya, trader dapat saja menjadi pelaku pencucian uang, baik pencucian uang aktif maupun pencucian uang pasif.
Trader dapat menjadi pelaku pencucian uang aktif jika uang yang digunakan dalam transaksi forex adalah hasil tindak pidana yang tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010, atau dapat juga menjadi pelaku pencucian uang pasif ketika trader menerima atau menggunakan uang dari broker, sementara ia mengetahui bahwa broker tersebut tidak berizin, maka termasuk tindak pidana asal yang tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010.
Sumber : Hukum Online
Diskusi