ICW Nilai UU KPK Hasil Revisi Jadi Celah Lemahnya Sanksi Pegawai Nakal


Akar permasalahan terletak pada terbatasnya kewenangan Dewas KPK berdasarkan Revisi UU KPK terbaru. Kasus tersebut menggambarkan kewenangan self regulatory bodies atau pengelolaan sumber daya manusia (SDM) tidak lagi dilakukan secara mandiri.



Lemahnya sanksi terhadap puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terlibat dalam praktik pungutan liar (Pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK oleh Dewan Pengawas (Dewas) menuai kritik. Sebanyak 78 dari 90 orang pegawai yang menjalani sidang etik itu hanya diberikan saksi berat dengan meminta maaf secara terbuka sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK No.3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.


Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menilai putusan tersebut menimbulkan kekecewaan di tengah runtuhnya kepercayaan publik kepada KPK. Ironisnya sanksi maksimal hanya permintaan maaf secara terbuka sebagai dampak dari peraturan yang mengacu di atasnya. Yakni UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


“Jika mengacu pada Perdewas 3/2021, sanksi tersebut adalah sanksi maksimal yang dapat diberikan. Lebih dalam lagi, akar permasalahannya terletak pada kewenangan terbatas Dewas KPK berdasarkan Revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu (UU 19/2019),” ujarnya mnelalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/2/2024).


Dia memaparkan kasus ini menjadi gambaran jelas problematika UU 19/2019, di mana kewenangan self regulatory bodies atau pengelolaan  sumber daya manusia (SDM) tidak lagi dilakukan secara mandiri. Pegawai KPK saat ini berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yang artinya sistem kepegawaiannya tunduk ke dalam ketentuan rezim peraturan perundang-undangan ASN. 


ICW juga memberikan tiga rekomendasi atas putusan dewas tersebut. Pertama, ICW mendorong agar Dewas segera berkoordinasi dengan Inspektorat KPK agar semua pegawai yang terlibat dalam kasus ini dapat segera dipecat. Pasalnya mengacu dari berkas putusan etik tersebut, Dewas dapat merekomendasikan kepada Inspektorat agar dapat menyatakan 90 pegawai telah melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah  (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS.


“Berupa penyalahgunaan wewenang. Dimana hukuman yang dapat diberikan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c PP tersebut adalah pemberhentian tidak atas permintaan sendiri,” ujar Diky.


Kedua, ICW mendorong Dewas  memproses pemidanaan dengan sesegera. Sebab, sebagaimana diketahui, proses penanganan perkara oleh KPK terhadap pegawainya sendiri ini sangatlah lamban. Jika ditarik mundur, Diky menerangkan Dewas sendiri telah melaporkan kepada pimpinan KPK sejak bulan Mei 2023, namun hinggat saat ini KPK tak kunjung mengumumkan nama-nama tersangka.

Ketiga, KPK harus mengevaluasi sistem pengawasan untuk memitigasi praktik-praktik korup di internal kelembagaannya. Sebagai penegak hukum, Diky menerangkan  KPK sudah memahami rutan merupakan salah satu tempat rawan korupsi. Selain itu, tindakan jual-beli fasilitas yang disinyalir terjadi di rutan KPK saat ini juga bukan modus baru dan kerap terjadi pada rutan maupun lembaga pemasyarakatan lain.

Sebelumnya, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan  dalam kasus dugaan Pungli di Rutan KPK memutuskan 90 orang pegawai yang berstatus terperiksa dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan yang melanggar kode etik.

“Jadi yang disidangkan hari ini ada enam berkas perkara seluruhnya berjumlah 90 orang terperiksa. Tadi juga sudah diikuti bahwa sanksi yang dijatuhkan terhadap para terperiksa adalah sanksi berat berupa permohonan maaf secara terbuka langsung,” ujarnya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kamis (15/2/2024).

Menurutnya 12 pegawai dari 90 orang tersebut bakal diserahkan ke pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) KPK untuk pemeriksaan dan penyelesaian lebih lanjut. Dia beralasan, kedua belas pegawai tersebut melakukan perbuatan sebelum adanya Dewas KPK. Dengan demikian menjadi ranah dari Setjen KPK. Dengan kata lain, hanya 78 orang pegawai KPK yang disanksi disiplin permohonan maaf.

“Kenapa?, karena mereka (12 orang pegawai, red) melakukan perbuatan sebelum adanya Dewan Pengawas KPK, sehingga Dewas tidak berwenang untuk mengadili hal tersebut,” ujarnya.

Tumpak yang notabene mantan pimpinan KPK itu menegaskan, para pegawai tersebut dijerat dengan Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas KPK 3/2021. Pasal 4 ayat (2) huruf b menyebutkan, “Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap Insan Komisi dilarang:..b. menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi dan/atau golongan;”.

“Jadi dalam pelaksanaan tugasnya selaku petugas rutan dia mendapatkan suatu keuntungan pribadi berupa uang,” katanya.

Pria berlatarbelakang mantan jaksa itu menjelaskan, sejak pegawai KPK berubah menjadi aparatur sipil negaara (ASN) pada 1 Juni 2021, maka sanksi etik untuk pegawai hanya berupa sanksi moral. Dalam  hal ini sebatas permintaan maaf, dengan yang terberat adalah permintaan maaf secara terbuka dan langsung.

Dewas KPK, menurut Tumpak  juga merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaaan guna penjatuhan hukuman disiplin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan di persidangan, para terperiksa mengetahui para tahanan KPK menggunakan telepon seluler di dalam Rutan KPK.

Namun, dia mengatakan malah dibiarkan oleh para terperiksa. Pasalnya para terperiksa telah menerima fulus tutup mata setiap bulannya dari para tahanan KPK. Para terperiksa bahkan memberikan fasilitas lainnya seperti membantu para tahanan memasukkan barang atau makanan atau mengisi daya menggunakan powerbank yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh para terperiksa.


Sumber: Hukum Online

ORDER VIA CHAT

Produk : ICW Nilai UU KPK Hasil Revisi Jadi Celah Lemahnya Sanksi Pegawai Nakal

Harga :

https://www.indometro.org/2025/04/icw-nilai-uu-kpk-hasil-revisi-jadi.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi